Harus Belajar dari Rumah, Sekolah dan Kampus Harus Penuhi Kompensasi Konsumen
Berita

Harus Belajar dari Rumah, Sekolah dan Kampus Harus Penuhi Kompensasi Konsumen

Perlu ada negosiasi atas dasar iktikad baik.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Yusuf Shofie, dosen Hukum Perlindungan Konsumen, berpendapat senada. Meskipun ia mengatakan hubungan hukum yang terjadi dengan pihak sekolah atau kampus adalah quasi transaksional. “Itu karena yang dibayar untuk proses dalam pembelajarannya, bukan hasil pendidikan atau kelulusannya,” kata Yusuf.

Pelayanan pendidikan oleh sekolah atau kampus diakui David dan Yusuf sebagai kategori jasa dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). “Tampak saat ini di kampus sedang terjadi pengurangan biaya. Tambahan biaya sekarang dirasakan oleh mahasiswa dan dosen,” kata Yusuf yang mengajar Hukum Perlindungan Konsumen Fakultas Hukum Universitas YARSI.

Selain soal tambahan biaya, Yusuf menyoroti efektifitas proses belajar yang berkurang. “Misalnya mata kuliah praktik tertentu tidak bisa dialihkan dengan cara konferensi video sekalipun. Mereka akan mengalami penurunan mutu pendidikan,” ujarnya. Kondisi itu juga bentuk kerugian lainnya.

Kondisi pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan berakhir segera harus direspon penyedia jasa pendidikan. “Perlu dihitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk proses belajar jarak jauh ini. Saat ini tentu ada komponen biaya normal yang tidak dikeluarkan oleh kampus atau sekolah,” Yusuf menambahkan.

Pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen menyebutkan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya bagi konsumen. Lalu, haruskah kondisi yang terjadi saat ini berujung sengketa konsumen?

Lagi-lagi David dan Yusuf bersepakat. Keduanya mendorong untuk mengutamakan iktikad baik di kedua belah pihak. “Saat ini ibarat kartu kredit, mahasiswa sudah bayar sehingga ada hutang dari kampus karena belum dipenuhi penyelenggaraannya. Negosiasi saja, tidak usah ke sampai ke pengadilan,” kata Yusuf.

Pihak kampus atau sekolah bisa mengungkapkan perhitungan yang digunakan untuk menemukan kesepakatan. “Saya menghimbau juga pihak sekolah berinisiatif sendiri memberikan diskon atau pengembalian pembayaran tanpa perlu ada somasi atau tuntutan,” ujar David.

(Baca juga: BPKN Soroti Pelanggaran Hak Konsumen Akibat Virus Corona).

Upaya negosiasi itu mempertimbangkan kondisi force majeur atau rebus sic stantibus. Pihak kampus atau sekolah diharapkan terbuka tentang komponen biaya yang berubah akibat kondisi belajar dari rumah. “Agar masyarakat juga menjadi lebih cerdas dan bertanggung jawab. Terutama tujuan di Indonesia adalah negara kesejahteraan,” kata Yusuf.

Perlu diketahui bahwa 20 April hari ini tepat 21 tahun sejak UU Perlindungan Konsumen disahkan pada 20 April 1999. Undang-undang ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakkan hukum di bidang perlindungan konsumen.

Tags:

Berita Terkait