Holding BUMN Pertambangan Bukan Upaya Swastanisasi
Berita

Holding BUMN Pertambangan Bukan Upaya Swastanisasi

Kantor Staf Presiden (KSP) memastikan pembentukan induk usaha (holding) BUMN industri pertambangan untuk membenahi tata kelola industri pertambangan.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Sistem induk tersebut wajib tetap mempertahankan saham dengan hak istimewa yang dimiliki negara sebagaimana diatur dalam anggaran dasar BUMN yang menjadi anak perusahaan, dan antara lain meliputi hak untuk menyetujui empat hal.

 

(Baca Juga: Menakar Problem Konstitusionalitas Holding BUMN)

 

Empat hal tersebut, yakni pengangkatan anggota direksi dan anggota komisaris, pengubahan anggaran dasar, pengubahan struktur kepemilikan saham, dan penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain. Di samping itu, Pasal 2A ayat (7) PP Nomor 72 Tahun 2016 mengatur perlakuan yang sama antara anak usaha BUMN dengan BUMN, seperti penugasan pemerintah atau melaksanakan pelayanan umum dan kebijakan khusus seperti pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu layaknya BUMN seperti perizinan, hak memperoleh pengelolaan lahan dan perluasan lahan serta kegiatan kenegaraan yang melibatkan BUMN.

 

Beberapa waktu belakangan beredar surat undangan Rapat Umum Pemegang Saham-Luar Biasa) RUPS-LB yang digelar 29 November 2017 mendatang bertempat di Hotel Borobudur Jakarta. Kebetulan, tiga BUMN tambang yakni PT Aneka Tambang/Antam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk dikabarkan membahas agenda salah satunya perubahan status dari persero menjadi non persero. Undangan tersebut seakan mengkonfirmasi rencana menjadikan ketiga perusahaan plat merah sebagai anak usaha dari Inalum.

 

“Jumlah saham yang dikuasai pemerintah tetap ditambah lagi dengan divestasi yang dikuasai Freeport yang akhirnya pemerintah Indonesia bisa miliki 51 persen saham Freeport. kita semakin mendekatkan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945," kata Bram.

 

Sekadar mengingatkan, pemerintah sebelumnya pernah mengatakan bahwa holding BUMN industri pertambangan ini punya tujuan salah satunya untuk membiayai pelepasan saham Freeport. Namun, satu hal yang pasti, bila pihaknya yakni Kementerian BUMN ditugasi untuk mengambil alih, maka tugas tersebut akan dijalankan.

 

(Baca Juga: Dinilai Bertentangan dengan UU, KAHMI Uji Materi PP Holding BUMN)

 

Freeport sebagaimana diatur PP Nomor 1 Tahun 2017 wajib melakukan divestasi secara bertahap paling sedikit 51% dari total sahamnya sejak akhir tahun kelima sesuai tahun produksi. Bahkan, skema ini berlaku juga buat setiap pemegang IUP dan IUPK, termasuk pemegang saham yang melakukan tahap eksplorasi serta tahap operasi produksi yang dimiliki atau dikuasai penanam modal asing.

 

Staf Khusus Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa proforma keuangan holding BUMN industri pertambangan bila diasumsikan menggunakan laporan keuangan per Desember 2015, akan memiliki total aset, liabilitas, dan ekuitas masing-masing Rp106 triliun, Rp24 triliun, dan Rp82 triliun. Total aset itu tentunya sudah disatukan antara Antam, Timah, Bukit Asam, dan Freeport dengan skema persentase masing-masing.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait