Hukum Harta Perkawinan yang Berlaku Sesudah Diundangkannya UU Perkawinan (Jilid V)
Kolom Hukum J. Satrio

Hukum Harta Perkawinan yang Berlaku Sesudah Diundangkannya UU Perkawinan (Jilid V)

Merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang sedang mempertanyakan apakah kata-kata “di bawah penguasaan masing-masing” sama dengan tetap menjadi “milik” masing-masing suami dan isteri ataukah hanya “dikuasai” oleh masing-masing suami-isteri yang membawanya ke dalam perkawinan.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Kalau suami mengambil tindakan atas harta bersama atas persetujuan isteri -dan demikian pula sebaliknya, kalau isteri mengambil tindakan atas harta bersama dengan persetujuan suami- apakah persetujuan itu diberikan untuk tindakan suami (atau isteri) atas hak bagian suami (atau isteri) atas harta bersama. Ataukah persetujuan itu diberikan untuk tindakan suami (atau isteri) atas harta bersama (sebagai satu kesatuan), termasuk hak bagian isteri/suami atas harta bersama?

 

Perlu diingat, bahwa harta bersama mestinya adalah milik suami dan isteri bersama-sama. Sehingga masing-masing suami maupun isteri mempunyai hak bagian atas harta bersama sebagai milik-bersama suami-isteri. Memberikan persetujuan mestinya tidak sama dengan memberikan kuasa. Apakah dengan adanya persetujuan, maka yang diberikan persetujuan boleh bertindak atas nama yang memberikan persetujuan? Apakah memberikan persetujuan sama dengan memberikan kuasa?

 

Mestinya isteri (atau suami) memberikan persetujuannya kepada suami (atau isteri) untuk menjual hak bagian suami (atau isteri) atas harta bersama milik bersama suami-isteri. Jadi bukan berarti, bahwa isteri menyetujui hak bagiannya dalam harta bersama tertentu untuk diambil tindakan pemilikan (misalnya dijual) oleh suami/isteri.

 

Karena bukankah pada asasnya orang tidak bisa kehilangan hak milik atas suatu benda hanya atas dasar persetujuannya saja? Bukankah orang pada asasnya -atas dasar kerelaannya- hanya bisa kehilangan hak milik, karena ia melakukan tindakan hukum atasnya -baik dilakukan olehnya sendiri atau melalui kuasanya- melalui tindakan menjual, menghibahkan atau melepaskan haknya?

 

Perhatikan kata-kata “atas kerelaannya”. Bukankah orang baru bisa menjadi pemilik atas suatu benda milik orang lain atas dasar penyerahan (baca Pasal 584 BW)? Apakah dalam persetujuan suami/isteri sudah termasuk di dalamnya kewenangan untuk atas nama suami/isteri untuk menyerahkan benda miliknya (atau hak bagiannya atas benda milik bersama)?

 

Apakah dari ketentuan Pasal 36 ayat 1 UU Perkawinan bisa kita simpulkan, harta bersama merupakan milik-bersama suami-isteri yang terikat?

 

Dengan konsekuensinya, setiap pemilik serta atas benda milik bersama yang terikat, yang akan melakukan tindakan hukum atas hak bagiannya -paling tidak yang berupa tindakan pemilikkan- harus memperoleh persetujuan dan kuasa dari pemilik serta yang lain terlebih dahulu, termasuk untuk menyerahkan hak bagian suami/isteri.

Tags:

Berita Terkait