Yuk, Simak Perbedaan antara PKPU dan Pailit
Berita

Yuk, Simak Perbedaan antara PKPU dan Pailit

Putusan atas permohonan pailit masih memiliki upaya hukum lanjutan yakni kasasi dan PK, sementara putusan atas permohonan PKPU bersifat final.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan pailit merupakan dua solusi atas masalah yang terjadi di sektor bisnis. Bagi perusahaan-perusahaan yang terbelit masalah finansial atau utang piutang, PKPU atau pailit bisa menjadi jalan keluar di mana permohonan keduanya diajukan ke Pengadilan Niaga. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini banyak dijumpai kasus kepailitan dan PKPU.

Namun masih banyak pihak yang belum memahami perbedaan PKPU dan Pailit. Baik PKPU maupun pailit diatur dalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepaliitan). Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan, PKPU sendiri tidak diberikan definisi oleh UU Kepailitan.

Akan tetapi, dari rumusan pengaturan mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat bahwa PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan (lihat Pasal 222 UU Kepailitan jo. Pasal 228 ayat [5] UU Kepailitan). (Baca: PKPU Kresna Life Dikabulkan, Nasabah Meradang)

Dikutip dari artikel klinik Hukumonline pada 1 September 2012, Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek (hal. 177) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penundaan pembayaran utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.

Apa yang membedakan permohonan PKPU dan pailit? Menurut kurator Imran Nating, pada dasarnya syarat pengajuan PKPU dan pailit adalah sama, yakni ada dua kreditur atau lebih, ada utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan dapat dibuktikan secara sederhana. Hal isi sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan. (Baca: Meikarta Capai Perdamaian dengan Para Kreditur)

Namun dalam beberapa hal, PKPU dan pailit memiliki banyak perbedaan. Pertama, dalam hal terdapat permohonan PKPU dan kepailitan, permohonan PKPU didahulukan daripada kepailitan (Pasal 229 ayat [3] dan ayat [4] UU Kepailitan).

Pasal 229:

Ayat (3): Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu.

Ayat (4): Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang diajukan terhadap Debitor, agar dapat diputus terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib diajukan pada sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit.

Kedua, dalam kepailitan, harta debitur akan digunakan untuk membayar semua utang-utangnya yang sudah dicocokkan, sedangkan dalam PKPU, harta debitur akan dikelola sehingga menghasilkan dan dapat digunakan untuk membayar utang-utang debitur.

Ketiga, dalam kepailitan perkara akan diputus dalam tenggang waktu paling lama 60 hari (pasal 8 ayat 5), atas putusan pailit bisa diajukan kasasi dan PK, dan diangkat satu atau lebih kurator (pasal 11. 14, dan 15). Sementara dalam PKPU, permohonan yang diajukan oleh kreditur harus diputus paling lama 20 hari, dan jika permohonan PKPU diajukan oleh debitur, maka permohonan harus diputus paling lama tiga hari, dan menunjuk 1 atau lebih pengurus (pasal 225 ayat 2 dan 3),

Selain itu dalam PKPU, jika proposal perdamaian ditolak oleh kreditur yang menyebabkan pailit, maka tak ada upaya hukum lanjutan yang bisa dilakukan oleh debitur selaku termohon.

Keempat, setelah termohon dinyatakan pailit, maka debitur tidak berhak atas harta kekayaannya sejak putusan pailit dibacakan, dan seluruh harta kekayaan debitur berada dibawah pengawasan kurator. Sementara PKPU, koorporasi, direksi maupun komisaris masih memiliki hak untuk mengurus harta kekayaan perusahaan dengan pengawasan pengurus.

“Kenapa beda, yang satu kurator dan satu lagi pengurus, karena beda konsekuensi hukumnya. Dalam pailit disebut kurator karena dalam rangka likuidasi dan sejak pailit debitur tidak berhak mengurus harta kekayaanya, sedangkan PKPU itu pengurus karena tugasnya hanya mengurus bersama-sama dengan komisaris dan perseroan atas izin dari pengurus. PKPU dalam rangka melakukan restrukturisasi. Sekalipun juga di kepailitan debitur menawarkan proposal perdamaian, namun sejak dinyatakan pailit siapapun tidak berhak mengurus harta kecuali kurator,” katanya dalam wawancara bersama Hukumonline.

Kelima, jangka waktu penyelesaian. Dalam kepailitan, setelah diputuskannya pailit oleh Pengadilan Niaga, tidak ada batas waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh proses kepailitan.Dalam PKPU, PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan (Pasal 228 ayat [6] UU Kepailitan).

“PKPU berlangsung sampai maksimal 270 hari, itu PKPU tetap, satu syarat membuat PKPU menjadi pailit jika waktu yang melebihi 46-270 hari tidak cukup dan debitur tidak mampu memberikan proposal perdamaian. Sementara di kepailitan tidak ada batasan, bisa 45 hari selesai, tidak ada jangka waktu sama sekali. Pailit tidak ada batas waktu,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait