ICCA Terima Kunjungan SIAC, Bahas Problem Arbitrase dari Kacamata IHC
Terbaru

ICCA Terima Kunjungan SIAC, Bahas Problem Arbitrase dari Kacamata IHC

Mulai dari perkembangan pemanfaatan teknologi dalam proses arbitrase, efisiensi penanganan arbitrase, sampai dengan terkait enforcement.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Namun faktanya sejak pandemi Covid-19, pemanfaatan teknologi dalam lingkup arbitrase di SIAC telah berkembang. Sudah mulai banyak pihak yang mau mempergunakan teknologi untuk pertemuan dan hal-hal lainnya berkenaan dengan arbitrase. Berbeda halnya dengan beberapa waktu lalu sebelum pandemi, kebanyakan orang enggan melakukan arbitrase secara online.

“Salah satu objektif kami untuk menciptakan kesadaran institusi dan mencerahkan mengenai rules kami dan menjadi lebih user friendly. Bukan hanya niche field yang bisa dilalui top tier law firm. Kami ingin lebih user friendly (hal itu) akan lebih menguntungkan ketika in-house counsel engage dengan external counsel. Beberapa tahun terakhir, firma hukum lokal Indonesia juga beracara ke SIAC. Kami melihat trend yang bagus,” sambung Deputy Counsel SIAC Sherly Gunawan.

Hukumonline.com

CEO SIAC Gloria Lim (tengah) dan Deputy Counsel SIAC Sherly Gunawan (kanan).  

Yudhistira menimpali adanya problema yang masih melingkup arbitrase, utamanya terkait enforcement. “Sudah arbitrase 6 bulan, tapi arbitrase ga bisa diterapkan karena hukum nasional. Ini harus diselesaikan. Kami coba convince direktur dan shareholder arbitrase yang terbaik untuk menyelesaikan dispute, tapi ketika berhubungan dengan enforcement kami tidak bisa melakukan sesuatu,” imbuhnya.

Bahkan, ia mengaku pernah menangani kasus arbitrase di BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) dari perusahaan BUMN mengenai termination agreement. Akan tetapi, setelah mendapatkan hasil (keputusan) arbitrase yang memenangkan pihaknya, justru pihak lawan melayangkan annulment ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan melaporkan direktur kliennya ke pihak kepolisian.

Menanggapi hal itu, SIAC berpandangan terkait enforcement menjadi perihal penting yang telah ditekankan sejak awal. Untuk para pihak menyadari requirements yang salah satunya terkait penetapan pengadilan untuk didiskusikan para pihak.

“Hal yang kami lakukan adalah proaktif melakukan pendekatan. Kami melakukan yang terbaik untuk tribunal aware mengenai requirements Indonesian parties request,” kata Sherly.

Hukumonline.com

Ia menyampaikan pihaknya bisa melakukan pendampingan dan memberi para pihak requires terhadap point of agreements dan juga mendorong agar jajaran counsel lebih proaktif. Sherly mengaku terkait enforcement menjadi suatu hal yang harus diselesaikan. Untuk arbitrase itu sendiri dan hasilnya mengalami perselisihan, dapat diperiksa oleh hakim dengan keahlian di bidang tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait