ICLA: Tak Ada Maksud Pengacara Ingin Lemahkan KPPU
Berita

ICLA: Tak Ada Maksud Pengacara Ingin Lemahkan KPPU

Asosiasi Advokat Persaingan Usaha Indonesia (Indonesian Competition Lawyer Association) menilai justru mantan pegawai KPPU yang menjadi pengacara punya komitmen memperbaiki KPPU.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi advokat: BAS
Ilustrasi advokat: BAS

Asosiasi Advokat Persaingan Usaha Indonesia (Indonesian Competition Lawyer Association) mendukung penguatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan penguatan tersebut, status pegawai lembaga otoritas bidang persaingan usaha bisa menjadi jelas.

 

Ketua Umum ICLA Asep Ridwan mengatakan bahwa kewenangan luar biasa yang dimiliki KPPU di bidang persaingan usaha termasuk kewenangan memutus pelaku usaha yang bersalah dan melakukan anti persaingan mesti didukung sumber daya manusia yang baik. Menurutnya, penguatan KPPU perlu didukung, namun substansi sementara dalam draf revisi UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sayangnya masih perlu dikaji.

 

“RUU (Revisi Undang-Undang No.5 Tahun 1999 saat ini masih banyak kelemahan karena cenderung mementingkan kepentingan KPPU tanpa memperhatikan stakeholder lainnya,” kata Asep kepada hukumonline, Rabu (25/10).

 

Revisi UU No.5 Tahun 1999, kata Asep, diharapkan akan menghasilkan regulasi di bidang persaingan yang mendukung pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Hanya saja, ICLA melihat substansi mengenai hukum acara masih memiliki beberapa catatan yang mestinya dikaji kembali, seperti soal upaya keberatan dan tata cara pemeriksaan pelaku usaha di KPPU selama ini. ICLA juga bersedia memberikan masukan terkait aspek hukum acara. Yang dikhawatirkan, revisi UU No.5 Tahun 1999 justru tidak lebih baik dari aturan yang berlaku saat ini.

 

“Kami percaya bahwa pengacara yang dulunya dari KPPU mempunyai tanggungjawab untuk memperbaiki KPPU termasuk revisi UU Persaingan Usaha dan bukan melemahkan KPPU,” kata Asep.

 

Sebelumnya, sejumlah pihak berahrap agar pengacara yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai KPPU agar tidak melemahkan KPPU dengan menjadi klien dari pelaku usaha yang bersengketa dengan KPPU. Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa KPPU perlu diperkuat agar mampu melawan monopoli dan kartel yang semakin kompleks. “HIPMI mendukung penguatan KPPU,” kata Bahlil.

 

Bahlil mengatakan, berbagai cara dilakukan untuk membuat agar KPPU tetap seperti keadaan sekarang. Bahkan, ia menyebut ada sekelompok golongan yang sengaja menolak revisi UU No.5 Tahun 1999 terutama soal penguatan lembaga dan kewenangan yang mereka anggap akan merugikan pengusaha. HIPMI mendorong para stakeholder terutama yang tidak pro dengan KPPU agar duduk bersama dan saling melontarkan argumen kenapa mereka tidak sepakat dengan penguatan KPPU.

 

(Baca Juga: Mantan Pegawai yang Jadi Pengacara Jangan Ikut Melemahkan KPPU)

 

Bahlil juga heran karena banyak mantan pegawai KPPU yang ‘banting stir’ seperti menjadi lawyer dan mereka menjadi kuasa hukum pengusaha yang melawan KPPU di persidangan. Yang dikhawatirkan, pengalaman mereka ketika bekerja di KPPU membuatnya tahu lebih dalam soal kelemahan KPPU, sehingga keadaan tersebut tidak menguntungkan buat KPPU. HIPMI berharap cara-cara tersebut sebaiknya tidak lagi digunakan bila Indonesia ingin menjadi negara maju.

 

“Tidak heran kalau ada mantan pejabat di KPPU kemudian keluar dan menjadi pengacara. Kepada orang-orang tersebut (klien) melemahkan KPPU, itu sebuah fakta karena pengacara itu semakin banyak kasus semakin bagus itu barang. Semakin tahu kelemahan di dalam, semakin peluang memenangkan pertarungan. Menurut saya, cara-cara seperti ini, kapan negara akan maju,” kata Bahlil.

 

Menanggapi pernyataan tersebut, ICLA menegaskan bahwa tidak benar mantan pegawai KPPU yang terjun sebagai pengacara ingin melemahkan KPPU. Seperti telah disampaikan, ICLA sepakat memperkuat KPPU agar status kepegawaian mereka menjadi jelas. Lagipula, dari total 35 orang pengacara anggota ICLA, yang tercatat sebagai mantan pegawai KPPU hanya sekitar lima pengacara. Dan menurut Asep, lima pengacara tersebut mempunyai komitmen ikut memperbaiki KPPU ke depan.

 

“Tidak benar mantan pegawai KPPU yang jadi pengacara mau melemahkan KPPU. Justru ICLA sendiri mendukung agar status pegawai KPPU diperjelas termasuk seperti pegawai negeri,” kata Asep.

 

(Baca Juga Liputan Khusus: Menelaah Arah Penegakan Hukum Persaingan Usaha)

 

Komisioner KPPU Muhammad Nawir Messi mengatakan beberapa waktu belakangan KPPU harus rela ditinggalkan ratusan karyawan terbaiknya. Informasinya, ada sekitar 160-170 karyawan telah mengundurkan diri dari sekretariat KPPU lima tahun terakhir. Puluhan karyawan aktif juga dikabarkan akan mengundurkan diri lantaran tertarik terjun ke profesi lain, salah satunya pengacara. “Rumornya ada 40-50 orang yang sedang mencari pekerjaan di tempat lain. Itu adalah pukulan berat bagi KPPU,” kata Messi, Selasa (24/10).

 

Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama KPPU, Dendy R Sutrisno mengatakan bahwa posisi lembaga KPPU yang stragegis sebagai lokomotif pembangunan ekonomi menuntut internal lembaga tersebut terus memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Tidak sedikit para karyawan terbaik diberi kesempatan ikut pendidikan lanjutan baik formal ataupun tidak serta kesempatan beasiswa sekolah di luar negeri. Itu semua juga membutuhkan biaya yang tidak murah.

 

“KPPU punya tugas kompleks. Kita disuruh penegakan hukum, memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah, mengawasi merger dan awasi kemitraan. Tugasnya luar biasa kompleks. KPPU sadar dirinya harus terus berbenah diri, update perkembangan, makanya pendidikan jadi concern yang luar biasa dan itu pakai anggaran negara. Kalau itu tidak bisa dimanfaatkan (pegawai yang resign setelah disekolahkan) jadi pekerjaan rumah lagi buat KPPU,” kata Dendy kepada hukumonline, Rabu (25/10).

 

Peraturan pegawai KPPU mengatur, beberapa tahun pasca diberi kesempatan pendidikan lanjutan dan beasiswa harus mengabdi dan tidak boleh mengundurkan diri (resign). Meski begitu, Dendy mengatakan bahwa resign merupakan hak setiap pegawai tak terkecuali di KPPU sendiri. Ditegaskan Dendy, KPPU tidak ‘alergi’ dengan pegawai yang memilih berhenti dan menggeluti profesi lain, termasuk pengacara. Bahkan tak cuma pengacara, banyak yang terjun ke perbankan, kementerian lain, dan perusahaan berstatus plat merah.

 

Terkait soal apakah akan melemahkan KPPU, Dendy percaya dalam persidangan yang terbuka nantinya menjadi bukti buat para pihak membuktikan bantahan dan dalilnya. Terlepas dari persoalan tersebut, KPPU menyadari persoalan tersebut mesti segera diselesiakan dengan revisi UU No.5 Tahun 1999 agar persoalan status kepegawaian ini bisa menjadi jelas. Lagipula menjadi hal yang wajar, kata Dendy, setiap pegawai perlu mendapat kejelasan soal jenjang karier ke depan.

 

“Gaji bukan semata-mata, tapi ada kenaikan berjenjang, saya kira wajar suatu lembaga berusaha membuat orang-orang yang menjadi aset di dalamnya menjadi nyaman agar bisa lebih baik lagi karena lembaga ini menjadi yang strategis,” kata Dendy.

 

 

Tags:

Berita Terkait