Ida Fauziyah: Legislator yang Penyabar
Edsus Akhir Tahun 2010:

Ida Fauziyah: Legislator yang Penyabar

Tidak mudah menyatukan pandangan dalam berlegislasi. Dibutuhkan kesabaran untuk memahami satu sama lain.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Ida Fauziyah Legislator yang penyabar. <br>Foto: Sgp
Ida Fauziyah Legislator yang penyabar. <br>Foto: Sgp

Mendapatkan hasil yang sempurna dalam bekerja adalah dambaan setiap orang. Agar hasilnya maksimal, semua pekerjaan harus dilakukan dengan penuh kesabaran, ketelitian dan kemauan. Tanpa itu semua, mustahil, hasil kerja yang didapat bisa berakhir sesuai keinginan. Inilah yang diterapkan Ida Fauziyah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di DPR sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg).

 

Berangkat pagi dan pulang larut malam bukanlah hal baru bagi Ida. Maklum, tugas yang diembannya bisa dikatakan lebih berat ketimbang anggota DPR yang hanya duduk di kursi komisi. Diberi amanat oleh partainya, yakni Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) untuk duduk di kursi Baleg, Ida menjadi wanita satu-satunya yang duduk mendampingi dua Pimpinan Baleg.

 

Sekadar pengetahuan, Baleg merupakan salah satu alat kelengkapan DPR yang fungsinya telah dijelaskan dalam Undang-Undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 70 menyatakan, Baleg sebagai tempat mengkoordinasikan proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimulai dari sebuah perencanaan, mengharmonisasi, mensinkronisasi, dan memberikan konsepsi terhadap RUU yang berasal dari komisi-komisi di DPR maupun DPD.

 

Baleg juga memiliki kewenangan untuk membahas undang-undang. Di samping itu, badan inilah yang mewakili DPR untuk menentukan program legislasi nasional (Prolegnas). Dari sini bisa disimpulkan, jika tugas utama DPR adalah legislasi, maka sesungguhnya tugas itu lebih banyak dibebankan kepada Baleg.  “Bisa dibayangkan mas, tugas saya ini berat. Soalnya, anggota Baleg juga harus bertugas sebagai anggota DPR di komisi,” kata wanita kelahiran Mojokerto, 49 tahun silam ini.

 

Ya, selain duduk di kursi Wakil Ketua Baleg, saat ini Ida juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR. Sudah tiga perode ia mengabdikan diri sebagai anggota parlemen dan duduk sebagai Pimpinan Baleg. Pertama kali menjadi anggota DPR pada tahun 1999, usianya masih terbilang muda, 29 tahun. Hal yang khas melekat dalam diri wanita ini adalah penampilannya sebagai sosok perempuan Jawa yang ideal karena kesantunan dan kelembutannya.

 

Meski mengemban tugas yang berat, Ida bukan tipe wanita yang mudah menyerah. Menurutnya, selain didorong oleh kemauan dari dalam diri, berlegislasi membutuhkan keahlian, ketelitian dan kesabaran. Menyatukan pandangan dengan berbagai pihak termasuk Pemerintah, jelas bukan hal yang mudah. Dibutuhkan energi untuk memahami satu sama lain. Jadi, jangan heran jika dalam membahas atau membuat sebuah undang-undang diperlukan waktu yang cukup lama.

     

Fokus menggemari kegiatan berlegislasi juga menjadi kunci keberhasilan bagi istri Taufiq R Abdullah ini. Pasalnya, berlegislasi lebih sulit ketimbang sekadar mengawasi. Dengan berlegislasi kita dapat menangkap langsung fenomena yang ada di masyarakat dan bisa mengetahui regulasi apa yang sebenarnya dibutuhkan. Dalam hal ini, Ida merasa memliki kewenangan untuk melakukan perubahan.

 

“Jika melakukan hanya fungsi pengawasan, itu hal yang mudah karena tidak terikat dengan waktu yang lama. Tapi kalau berlegislasi, kita perlu kesabaran dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya,” ujar alumnus Fakultas Syariah di salah satu Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

 

Kesabaran Ida terkadang diuji dengan adanya pihak yang menguji materi sebuah undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tak sungkan, ia mengaku kesal dengan langkah tersebut. Alasannya, ya apalagi, kalau bukan rasa lelah bersama rekan-rekannya di Baleg dalam membuat undang-undang yang kenyataannya malah diuji materi. Namun, ia menyadari hal itu sudah menjadi hak rakyat dan diatur dalam UU yang juga dibuat oleh Baleg.

    

“Aneh rasanya sebuah UU yang dibahas oleh satu pansus yang jumlahnya mencapai 50 orang, kemudian diputuskan di paripurna yang jumlahnya ratusan orang, lalu hanya dibatalkan oleh 9 orang hakim,” katanya berkelakar.

 

Ke depan, Ida berharap, Baleg bisa menjadi lead dalam melakukan fungsi legislasi. Untuk mencapai tujuan itu, tentunya itu harus ditopang oleh sistem dan kemauan kuat dari anggotanya. Menurut Ida, saat ini Baleg sedang berjalan ke arah sana. Hal itu dikarenakan adanya dukungan dari sistem, anggaran, dan aturan main seperti tata tertib dan undang-undang.

 

“Saya pikir tidak lama lagi kita sangat kuat di bidang legislasi. Kalau perlu law center peundang-undangan ada di DPR,” ucapnya optimis.

 

Pernah Menjadi Guru

Ida tidak hanya aktif di DPR. Ibu dari Syibly Adam Firmanda dan Adil Haq Firmanda ini juga aktif berorganisasi. Malah bisa dikatakan, karir politiknya diawali dari berorganisasi. Di PKB, misalnya. Keaktifan Ida di partai ini dimulai dengan masuk ke Biro Pemuda DPW PKB Jawa Timur. Lalu, ketika PKB membentuk organisasi perempuan, yaitu Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa (PPKB), jabatan sekretaris DPW PPKB Jawa Timur pun disandangnya (1998).

 

Banyak persoalan krusial kebangsaan yang saat itu tengah hangat dibahas di DPR tak luput dari sorotannya, khususnya soal nasib kaum perempuan. Lantaran kepeduliannya kepada nasib perempuan, Ida diberi amanat sebagai Sekretaris Umum PPKB pada tahun 1999. Dengan keaktifan dan kecerdasannya, pada tahun itu, Ida menerima tawaran menjadi caleg DPR dan kemudian duduk di Senayan.

 

Tahun 2002, jabatan Ida sebagai Sekretaris DPW PPKB berakhir. Namun, ia kembali mendapat kepercayaan lebih, yakni memimpin Dewan Pengurus Pusat PPKB periode 2002-2007. Di lingkungan DPR sendiri, ia turut mendirikan Forum Parlemen untuk Kependudukan dan Pembangunan pada tahun 2001. Ia juga ikut mendirikan Kaukus Perempuan Parlemen dan ditunjuk mewakili Fraksi PKB menjadi salah satu Ketua Kaukus periode 2001-2004.

 

Sejak mengawali karir politiknya di DPR, Ida tak hanya dipercaya partainya menjadi bagian dari Baleg. Di telah beberapa kali dilibatkan dalam panitia kerja dan panitia khusus (Pansus) berbagai RUU. Ia pernah terlibat dalam Pansus Pertanahan, Panitia Anggaran, Pansus Perubahan RUU Otonomi Daerah, Pansus Bangka Belitung, Pansus RUU PPK-PPHI.

 

Kemudian dia terlibat dalam Pansus Perlindungan Anak, Pansus RUU Kewarganegaraan, RUU Pemerintahan Daerah dan Perubahannya, RUU Pemekaran, RUU Adminduk, Pansus RUU Pemerintahan Aceh, Pansus RUU Parpol, RUU Susduk, RUU Pelayanan Publik dan lain-lain. Namun, yang monumental adalah keterlibatannya dalam perumusan UU Pemilu.

 

Soal prestasi, Ida tidak mau sesumbar. Hal itu terlihat jelas ketika ditanya apa saja keberhasilannya selama ini. “Soal itu biar orang lain yang menilai, saya tak mau jawab,” tuturnya merendah. Namun, berdasarkan pengamatan hukumonline di ruang kerjanya, banyak terpampang foto-foto Ida bersama pejabat di negeri ini. Salah satunya, Ida sedang berjabat tangan dengan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.  

 

Sebelum duduk di kursi parlemen, Ida pernah menjadi seorang guru. Ia sempat mengajar di MAPK Jombang (1994-1999), SMP YPN Sepanjang (1996-1998) dan SMU Khadijah Surabaya (1997-1999). Mungkin pengalaman menjadi guru inilah yang menjadi bekalnya untuk selalu bersikap sabar.

 

Keaktifan Ida tentunya telah mendapat dukungan dari anak dan suami. Baginya, doa keluarga, terutama dari sang suami, menjadi modal utama dalam bekerja. Ia juga tak sungkan mengaku kesulitan dalam mengatur waktu untuk kedua buah hatinya. Namun, ia memastikan selalu ada di samping anak-anaknya saat mereka tidur malam.

 

“Doa keluarga menjadi salah satu motivasi terbesar dalam karir saya,” kata pengagum mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) ini.

Tags: