Dispute’ Pendengaran dalam Sidang Tipikor
Berita

Dispute’ Pendengaran dalam Sidang Tipikor

Salah kata bisa bermakna lain. Hakim sempat menawarkan memanggil ahli.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
‘<i>Dispute</i>’ Pendengaran dalam Sidang Tipikor
Hukumonline
Berkode tulisan warna merah ‘TOP SECRET’, rekaman percakapan hasil sadapan sering menjadi ‘senjata rahasia’ penuntut umum dalam sidang-sidang perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Amunisi itu adalah bukti yang sering diperdengarkan di ruang sidang. Ada yang tak bisa berkutik, ada pula yang membantah keaslian suara.

Jika ada saksi atau terdakwa menyangkal suara yang diperdengarkan, biasanya jaksa menghadirkan ahli akustik Institut Teknologi Bandung (ITB). Tetapi apa jadinya jika suara dalam rekaman dan transkripnya dipahami berbeda oleh pihak yang berperkara? Inilah yang terjadi dalam sidang terdakwa Ratu Atut Chosiyah, Kamis (03/7).

Majelis mendengar keterangan saksi yang diajukan penuntut umum, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan. Dalam sidang itu, penuntut umum memperdengarkan rekaman percakapan Amir Hamzah (calon bupati Lebak) dengan Wawan, dan percakapan Ratu Atut dengan Wawan.

Semula, ketua majelis hakim Matheus Samiadji ingin mengoreksi transkrip rekaman hasil sadapan percakapan Ratu Atut dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana. Dalam transkrip tertulis  frasa ‘sekarang ini’. Setelah mendengar rekaman, Matheus merasa yang dimaksud adalah Serang. Konteks pembicaraan yang disadap pun berkaitan dengan kekhawatiran Wawan dengan pilkada Serang yang sedang ditangani Mahkamah Konstitusi.

Wawan mengamini koreksi dari Matheus Samiadji. Saat itu, kata Wawan, ia agak khawatir jika ingkar janji kepada Akil Mochtar, berakibat pada hasil penyelesaian sengketa pilkada Serang. Calon yang maju di sini adalah adiknya Wawan, sehingga ia merasa berkepentingan.

Koreksi dari ketua majelis rupanya memantik interupsi lain. Pengacara terdakwa, Andi F. Simangunsong, meminta diputar kembali rekaman percakapan Atut dan Wawan.  Ia merasa transkrip rekaman tak sesuai dengan suara yang terekam. Dalam transkrip tertulis kalimat “bisa minjem berapa ibu”. Kalimat ini pun dituangkan penuntut dalam surat dakwaan Ratu Atut.

Andi merasa kalimat yang benar adalah ‘sampai jam berapa’, bukan ‘minjem berapa”. Kalau kata-kata ‘jam berapa’ yang dipakai, kata Andi, berarti selaras dengan percakapan sebelumnya. “Kalau kata-kata ‘pinjam’ jadi krusial,” ujarnya.

Ketika diputar, bagian rekaman pada kalimat itu memang terdengar samar. Majelis sampai meminta diputar ulang beberapa kali. “Ini dispute pendengaran,” ujar Matheus. “Majelis juga ggak jelas,” sambungnya. Matheus menawarkan apakah perlu ahli untuk memastikan kalimat yang diucapkan Ratu Atut kepada Wawan tersebut.

Tetapi penasehat hukum Ratu Atut dan saksi Tubagus Chaeri Wardhana bersikukuh yang diucapkan adalah frasa ‘jam berapa’, bukan ‘minjem berapa’. Kutipan jaksa dinilai kehilangan konteks jika dibaca hasil sadapan seluruhnya. “Kalimat ini tidak nyambung dengan kalimat sebelumnya, dan kalimat sesudahnya,” ujar Wawan.

Pertemuan Singapura
Dalam kesaksiannya, Wawan membenarkan pernah bertemu Akil di Singapura atas permintaan Ratu Atut. Pertemuan Singapura itu tak pernah dirancang sebelumnya. September 2013, Wawan berniat menonton F1 bersama anak dan beberapa rekannya. Ia kemudian dihubungi Atut untuk menemui Akil di hotel Marriot Singapura karena Atut lagi tidak enak badan.

Dalam pertemuan itu, kata Wawan, tak ada pembicaraan mengenai pilkada Lebak. Apalagi saat itu Akil sedang bersama teman-temannya. “Saya lihat Pak Akil lagi ngobrol dengan teman-temannya. Saya samperin”. Pertemuan itu pun, kata dia, tak berlangsung lama.

Di ujung pertemuan, Atut muncul. Akil, Atut dan Wawan akhirnya bertemu di selasar hotel. Wawan mengaku sempat mendengar kata PHPUD diucapkan. Tapi ‘pembicaraannya pun sebentar sekali’.

Wawan juga mengakui dua kali bertemu Akil di Jalan Widya Chandra III No. 7 Jakarta, rumah dinas Akil. Pada pertemuan pertama, 25 September 2013, belum ada pembicaraan mengenai Lebak. Wawan dan Akil saling bertanya kesibukan. Wawan sempat bertanya mengenai pilkada Serang, dan Akil menjawab belum tahu kasusnya. Baru pada pertemuan kedua, 28 September, kasus Lebak disinggung.

Di persidangan, Wawan mengatakan tidak tahu uang satu miliar rupiah yang diberikan kepada Susi Tur Handayani akan disampaikan kepada Akil Mochtar.
Tags:

Berita Terkait