Ius Constitutum dan Ius Constituendum Pengaturan Aborsi di Indonesia
Utama

Ius Constitutum dan Ius Constituendum Pengaturan Aborsi di Indonesia

Rumusan pengaturan aborsi dalam RUU KUHP dinilai kaku dan berpotensi menyasar banyak orang, termasuk korban perkosaan. UU Kesehatan sudah mengatur pengecualian.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K Susilo, juga mengkritisi pandangan kaku penyusun RUU KUHP bahwa aborsi merupakan tindak pidana, dan pelakunya harus dihukum. Pandangan demikian kurang melihat realitas tentang faktor penyebab seorang perempuan melakukan aborsi, atau seorang tenaga kesehatan membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi.

 

Padahal, sudah ada regulasi yang mengatur pengecualian. Ia mengajak Pemerintah dan DPR memerhatikan UU Kesehatan yang sudah diterbitkan lebih dahulu. Regulasi lain yang setara perlu dilihat agar tidak terjadi tumpang tindih agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. “Perlu dilakukan harmonisasi RUU KUH Pidana dengan UU Kesehatan,” pintanya.

 

Meskipun Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta penghapusan pasal-pasal aborsi dalam RUU KUHP dan menyesuaikannya dengan UU Kesehatan, tidak berarti UU Kesehatan tak memuat sama sekali ancaman pidana bagi pelaku aborsi. Pasal 194 UU Kesehatan mengancam pidana 10 tahun penjara dan denda maksimal satu miliar rupiah ‘setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan’. Positifnya, UU Kesehatan telah mengatur apa saja pengecualian terhadap larangan aborsi itu.

 

Bagaimana ius constituendum pengaturan aborsi ke depan? Tinggal menunggu bagaimana proses pembahasan RUU KUHP di Senayan.

Tags:

Berita Terkait