Iluni FHUI: Kaji Kembali Relevansi RUU Cipta Kerja
Berita

Iluni FHUI: Kaji Kembali Relevansi RUU Cipta Kerja

Sabtu lalu (16/5), Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) menyelenggarakan diskusi hukum bertema ‘Nasib RUU Cipta Kerja di Masa Pandemi Covid-19’.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit

 

Adapun Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menyatakan bahwa RUU Cipta Kerja berdampak pada berbagai hal di masyarakat. Menurutnya, masyarakat luas seharusnya dilibatkan dalam bentuk partisipasi publik. Dalam konteks serikat buruh, Nining menjelaskan bahwa setelah draft tersebut hampir jadi, baru disampaikan kepada publik. “Permasalahan penting yang seharusnya ditangani adalah terkait dengan korupsi, birokrasi, dan regulasi, bukan persoalan ketenagakerjaan. Nining Elitos menyampaikan bahwa sebaiknya RUU Cipta kerja ditarik dan tidak dilanjutkan pembahasannya,” katanya lagi.

 

Menurut Founder Indonesian Ocean Justice Initiative, Mas Achmad Santosa, ada dua tipikal omnibus law, yakni yang multidiversity subject dan single subject. RUU Cipta Kerja merupakan omnibus law yang multidiversity subject; yang menurutnya rentan disusupi pasal-pasal yang tidak relevan. Mas Achmad Santosa mengusulkan agar RUU Cipta Kerja juga ditarik dan diganti dengan omnibus law yang sifatnya single subject.

 

Hal senada juga disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , Prof. Emil Salim, mengingat dampak Covid-19 perlu diperhitungkan dalam pembangunan nasional yang baru (the new normal). RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas dipandang sudah kedaluwarsa dan ketinggalan zaman karena asumsi-asumsi yang digunakan sudah tidak tepat. Padahal, setelah Covid-19 mereda, tentu situasi akan berubah dan berbeda. Ia pun menegaskan, RUU Cipta Kerja yang disusun tanpa mempertimbangkan kondisi saat ini, tentulah tidak cocok. Itu sebabnya, RUU Cipta Kerja patut ditolak dan dicari bentuk baru yang sesuai. Sedangkan, Wakil Dekan Fakultas Hukum U, M.R. Andri Gunawan Wibisana telah lama menyoroti perubahan-perubahan dalam UU No.32 Tahun 2009, khususnya terkait dengan Amdal dan Izin Lingkungan. Andri menyayangkan bahwa RUU Cipta Kerja justru mengurangi beberapa hal subtantif yang perlu dipertimbangkan secara matang.

 

Pada akhir acara, Ashoya Ratam mengajak agar pembahasan RUU Cipta Kerja ini tidak hanya di forum Iluni FHUI, tapi perlu diperluas. Ashoya mengharapkan pemerintah mengkaji kembali substansi RUU Cipta Kerja untuk mengubah dan menambahkan terkait dengan masukan, saran, dan kritik dari masyarakat, terutama mereka yang berkaitan langsung dengan para tenaga kerja; mengingat salah satu impian negara Indonesia adalah menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. “Untuk Wakil Rakyat, semoga masukan-masukan ini dapat dipertimbangkan dalam proses pembahasan undang-undang,” pungkasnya.

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI).

Tags:

Berita Terkait