Impunitas Anggota Polri Cederai Rasa Keadilan Masyarakat
Terbaru

Impunitas Anggota Polri Cederai Rasa Keadilan Masyarakat

Menjadi indikator reformasi di tubuh kepolisian mengalami kebuntuan, bahkan kegagalan. Bila dibiarkan kondisi tersebut berakibat semakin menggerus wibawa dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Kemudian, kasus penyiksaan yang dialami 6 pengamen Cipulir yang dilakukan anggota Polri dari Unit Jatanras Polda Metro Jaya. Menurutnya, pelaporan terhadap kasus tersebut mandek dan tidak ada perkembangan sampai dengan sekarang. Selanjutnya, dua terdakwa kasus penyerangan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Bripka Ronny Bugis dan Briptu Rahmat Kadir Mahulette telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 16 Juli 2020. Keduanya diketahui masih menjadi polisi aktif.

“Kami menilai kasus-kasus tersebut merupakan bentuk impunitas terhadap anggota kepolisian yang telah melakukan tindak pidana dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM),” tegasnya.

Pengacara Publik LBH Jakarta lain, Teo Reffelsen melanjutkan semestinya anggota kepolisian yang terlibat sebagai pelaku tindak pidana, tak hanya diproses secara hukum pidana, tapi juga diberhentikan dengan tidak hormat melalui sidang etik dan disiplin. Ironisnya, seringkali yang terjadi sidang etika ataupun disiplin malah menjadi sarana impunitas bagi anggota kepolisian.

Bahkan ada beberapa kasus, anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran/kejahatan tidak diproses baik secara disiplin etik maupun pidana. Menurutnya, tindakan tersebut menjadi praktik diskriminasi hukum serius yang tidak boleh dibiarkan. Bagi LBH Jakarta, beragam penyimpangan tersebut membuktikan mekanisme pengawasan secara internal dan eksternal di kepolisian lemah. “Karena hal-hal tersebut terus terjadi, bahkan terus mengalami pengulangan,” bebernya. 

Menurut Teo, LBH Jakarta meminta Kapolri meninjau ulang semua putusan etik dan disiplin yang tidak memberhentikan anggota kepolisian kendati telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam PP 1/2002. Kapolri pun diminta memerintahkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) agar memastikan semua anggota Polri yang melakukan tindak pidana, melakukan pelanggaran, dan meninggalkan tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 11 PP 1/2022 agar segera diberhentikan dengan tidak hormat.

“Ini demi memutus mata rantai impunitas dan sebagai jaminan agar terus berulang.”

Pemerintah dan DPR pun segera merevisi berbagai peraturan untuk memperkuat aspek transparansi dan akuntabilitas pengawasan serta kontrol publik terhadap kewenangan kepolisian secara substansi, kultural, dan struktural. Seperti melalui RKUHAP, UU Kepolisian. “Kelembagaan lembaga pengawas, seperti Propam dan Kompolnas dengan melibatkan partisipasi publik untuk memastikan reformasi kepolisian berjalan sesuai mandat reformasi,” kata dia.

Sebelumnya, Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo mengatakan AKBP Raden Brotoseno masih aktif sebagai anggota Polri setelah menjani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dalam kasus korupsi. Berdasarkan putusan final sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap AKBP Brotoseno menyebutkan bentuk pelanggaran yang dilakukan berupa tidak menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural dengan wujud perbuatan saat menjabat sebagai Kanit V Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri yakni menerima suap dari tersangka kasus tindak pidana korupsi.

Putusan sidang KKEP No.PUT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020 ini menyebutkan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf a, Pasal 13 ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang KEPP. Atas putusan tersebut, Brotoseno diberi sanksi berupa perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela. Alhasil, kata Sambo, Brotoseno diwajibkan meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipidahtugaskan ke jabatan berbeda atau demosi.

Dalam putusan tersebut mempertimbangkan rangkaian peristiwa penyuapan terhadap Brotoseno dari terpidana Haris Artur Haidir (penyuap) yang dalam upaya kasasi dinyatakan bebas (2018) berdasarkan Putusan MA No.1643-K/pidsus/2018 tertanggal 14 September 2018. Kendati divonis 5 tahun, Brotoseno hanya menjalani 3 tahun 3 bulan lantaran dianggap berkelakuan baik selama di Lapas.

Pertimbangan lainnya, adanya pernyataan dari atasan Brotoseno, sehingga dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian. “Dalam pada itu AKBP Raden Brotoseno menerima keputusan sidang KKEP dimaksud dan tidak mengajukan banding,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Tags:

Berita Terkait