Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan 2017 Turun, Begini Respons Pekerja dan Pengusaha
Berita

Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan 2017 Turun, Begini Respons Pekerja dan Pengusaha

Seluruh pemangku kepentingan diharapkan lebih fokus membenahi indikator yang menyebabkan turunnya IPK 2017 seperti kesejahteraan pekerja, pelatihan, dan produktivitas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pekerja sedang melakukan aksi di Jakarta. Foto: RES
Pekerja sedang melakukan aksi di Jakarta. Foto: RES

Kementerian Ketenagakerjaan telah melansir Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) tahun 2017. Hasilnya, provinsi Jakarta menempati urutan tertinggi dengan 66,11 poin, disusul provinsi Yogyakarta 63,76 poin, dan provinsi Bali 63,48.

Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan hasil IPK 2017 belum sesuai harapan. Bahkan Kementerian Ketenagakerjaan mencatat terjadi penurunan 1,39 poin dibandingkan IPK Tahun 2016. Indikator paling rendah dalam IPK nasional yakni kondisi lingkungan kerja. Ini terkait peran pengawas ketenagakerjaan yang belum optimal dan rendahnya kesadaran untuk menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Indikator terendah lainnya yaitu hubungan industrial dan produktivitas tenaga kerja. “Kita masih banyak PR di bidang ketenagakerjaan. Pencapaian IPK Tahun 2017 secara nasional masih jauh dari target,” katanya dalam peluncuran IPK Tahun 2017 di Jakarta, Rabu (6/12).

Terpisah, Sekjen OPSI, Timboel Siregar, melihat periode 2015-2017 IPK masih bertengger di kategori menengah bawah, poinnya berkisar 50,00-65,99. Tercatat IPK nasional tahun 2015 sebesar 55,73 poin, tahun 2016 naik menjadi 57,46 poin dan tahun ini 56,07 poin.

Baca juga:

· Bangun Bidang Ketenagakerjaan, Pemda Diimbau Adopsi SDGs.

· Menaker: Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Masih Rendah.

· Pengusaha Minta Penyederhanaan Penetapan Upah Minimum.

Ada sejumlah indikator utama yang digunakan untuk mengukur IPK seperti perencanaan tenaga kerja. Kemudian, penduduk dan tenaga kerja, serta kesempatan kerja. Berikutnya, pelatihan dan kompetensi kerja, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, serta kondisi lingkungan kerja. Selain itu pengupahan dan kesejahteraan pekerja serta jaminan sosial juga bagian dari indikator utama.

Menurut Timboel kinerja pemerintah sangat mempengaruhi fluktuasi IPK. Misalnya, dalam membuka lapangan pekerjaan, dan konsistensi mendukung kesejahteraan pekerja. Soal indikator kesempatan kerja, saat ini setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen hanya mampu membuka 150 ribu lapangan kerja, padahal masa sebelumnya bisa lebih dari itu.

Mengenai komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan pekerja seperti jaminan sosial, Timboel menghitung masih banyak penduduk yang bekerja dan menerima upah tapi belum ikut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Melansir data BPS per Februari 2017 total penduduk yang bekerja dan menerima upah sekitar 47 juta orang, tapi yang sudah terdaftar dalam JKN hanya 16 juta orang. Mengingat masih ada 30 juta pekerja yang belum ikut program JKN, pemerintah harus menjalankan amanat peraturan yang mewajibkan seluruh pekerja penerima upah (PPU) menjadi peserta JKN.

Tags:

Berita Terkait