Pengusaha Minta Penyederhanaan Penentuan Upah Minimum
Berita

Pengusaha Minta Penyederhanaan Penentuan Upah Minimum

Pengupahan terkait dengan daya saing.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Minta Penyederhanaan Penentuan Upah Minimum
Hukumonline
Anggota Dewan Pengupahan Nasional mewakili Asosiasi Pengusaha Indonesia, Anton J. Supit, mengusulkan mekanisme penetapan upah minimum diperbaiki agar memenuhi kaidah kepastian, kesederhanaan, transparansi dan keadilan. Mekanisme penetapan baru harus lebih akurat, sederhana, dan transparan.

Tidak kalah penting, penetapan upah harus benar-benar mempertimbangan asas keseimbangan dan keadilan, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja, dan pencari kerja. “Parameter yang diperhitungkan dalam penentuan upah bukan hanya KHL tapi juga produktivitas pekerja dan tingkat pengangguran,” kata Anton.

Selain itu, Anton berharap agar upah minimum ditentukan secara teknokratik oleh sebuah lembaga independen, kredibel dan tersentralisasi. Sehingga kepala daerah tidak boleh menetapkan upah minimum lebih tinggi dari besaran yang sudah ditetapkan lembaga independen tersebut. Jika sudah ada mekanisme sederhana tinggal penegakan hukum oleh pemerintah, siapa yang melanggar akan dikenakan sanksi.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, Timboel menolak usulan  penetapan upah minimum oleh lembaga independen. Menurutnya, lembaga yang merekomendasikan besaran upah minimum saat ini sudah tepat yaitu lewat mekanisme tripartit. “Yang dibutuhkan bukan lembaga independen, tapi objektivitas penentuan upah minimum yang didukung oleh penegakan hukum,” pungkasnya.

Selama ini upah minimum menjadi isu krusial di tengah semakin kuatnya kompetisi dan persaingan antarnegara. Jika persoalan ketenagakerjaan yang berkaitan dengan upah minimum itu dapat diselesaikan maka akan meningkatkan daya saing nasional.

“Karena di perusahaan yang tergolong labour intensive (padat karya,-red), fluktuasi dan ketidakpastian upah termasuk upah minimum akan sangat membantu pengusaha dalam kepastian berbisnis,” kata Anton dalam rilis yang diterima hukumonline.

Berdasarkan parameter World Economic Forum (WEF) terkait GCI periode 2012-2013, Indonesia berada diposisi 38 dari 148 negara. Itu menunjukan Indonesia kurang kompetitif dibanding negara lain di kawasan Asia. Sebab, Malaysia mampu menempati urutan 24, China 29 dan Thailand 37.

Untuk menunjang pengupahan yang kompetitif, Anton mengatakan pemerintah dapat membantu pekerja dengan memberikan kompensasi seperti kesehatan dan transportasi. Dengan begitu harga barang dapat dihasilkan secara kompetitif sehingga meningkatkan penjualan dan pertumbuhan ekonomi. Selaras itu besaran upah minimum yang rasional tak akan menyulitkan pengusaha untuk merekrut pekerja baru sehingga bisa mendukung pengurangan pengangguran.

Anton berpendapat jika kenaikan upah tidak diikuti produktivitas, biaya pekerja per unit output di Indonesia akan mengalami kenaikan tertinggi di kawasan Asia sepanjang 2000-2011 setelah Vietnam. Kenaikan upah minimum yang signifikan akan membuat perusahaan kecil gulung tikar atau pindah ke daerah lain yang upah minimumnya rendah. Hal itu akan meningkatkan pengangguran dan sektor informal.

Namun Timboel berpendapat masalah pengupahan tidak bisa hanya diukur berdasarkan produktivitas atau GCI, tetapi juga pertimbangan kemanusiaan bagi pekerja yaitu agar dapat memenuhi kehidupan yang layak. Ia menilai Apindo seringkali menggunakan GCI untuk berargumen tentang upah minimum meski kurang tepat.

Dalam Global Competitiveness Report 2013-2014 yang dilansir WEF, Indonesia menempati peringkat 38 dari 148 negara. Padahal periode 2012-2013, Indonesia berada diperingkat 50. Itu menunjukkan indeks daya saing Indonesia mengalami loncatan yang masif. “Perbaikan peringkat itu terjadi di tengah terjadinya kenaikan upah minimum bagi kaum buruh,” ujarnya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (12/9).

Bagi Timboel penetapan upah minimum yang dilakukan setiap tahun harusnya tidak menjadi perdebatan kalau pemerintah menciptakan sistem pengupahan yang didukung oleh penegakan hukum. Menurutnya, alokasi APBN harus berperan dalam sistem pengupahan nasional sebab pekerja telah berkontribusi bagi penerimaan APBN.
Tags:

Berita Terkait