Indonesia ‘Terbebas’ dari Wilayah Abu-Abu Pencucian Uang
Berita

Indonesia ‘Terbebas’ dari Wilayah Abu-Abu Pencucian Uang

Rekomendasi pembekuan aset yang masuk daftar resolusi Dewan Keamanan PBB 1267 dan 1373 masih dalam proses.

ASH
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK Muhammad Yusuf. Foto: RES
Kepala PPATK Muhammad Yusuf. Foto: RES
Pertemuan International Cooperation Review Group (ICRG), 24-26 Juni di Brisbane Australia akhirnya memutuskan mengeluarkan Indonesia dari grey list area negara-negara yang memiliki kelemahan strategis dalam upaya rezim pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris. Keputusan ini diambil setelah review daftar negara yang dikeluarkan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) menunjukkan hasil positif.

“Sejak Kamis kemarin, Indonesia resmi keluar dari status grey list area (sebelumnya berstatus black list/public statement). Indonesia dinyatakan bersih dan tidak lagi di bawah pengawasan FATF,” ujar Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M. Yusuf dalam konperensi pers di kantornya, Jum’at (26/6).

Yusuf menerangkan sejak 2012 Indonesia resmi masuk dalam daftar hitam karena tidak memenuhi tiga rekomendasi FATF. Yakni, kriminalisasi pencucian uang, pendanaan teroris, dan pembekuan aset terduga teroris yang dalam daftar PBB. Daftar hitam dikeluarkan FATF terhadap negara-negara yang beresiko tinggi terhadap pencucian uang dan pendanaan teroris.

“Sejak 2012 kita masuk daftar FATF karena tiga rekomendasi itu belum mampu kita penuhi,” kata Yusuf yang didampingi Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, Hasan Kleb.

Namun, upaya Indonesia keluar dari status public statement FATF terus dilakukan. Upaya awal memperkuat rezim pemberantasan pendanaan terorisme diterbitkannya UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Teroris. Sebagai aturan pelaksana, pemerintah membuat Peraturan Bersama antara Kementerian Luar Negeri, Kepolisian, PPATK, BNPT, dan MA yang telah diundangkan pada 11 Februari 2015.

Pemerintah bersama Penyedia Jasa Keuangan telah mengimplementasikan Peraturan Bersama itu dan telah membekukan dana sebesar Rp2,083 triliun (per Mei 2015) yang bersumber dari 26 rekening. Pemerintah juga berupaya mengefektifkan penggunaan pasal-pasal dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Diharapkan, proses hukum terhadap para pelaku pencucian uang dan pendanaan teroris dapat diselesaikan melalui proses pengadilan.   

“Dengan tekat kuat itu akhirnya kita mampu meyakinkan negara-negara peserta konperensi ICRG yang sebelumnya mereka apriori terhadap kita,” lanjutnya.

Menurutnya, keberhasilan Indonesia lepas dari pengawasan FATF tidak terlepas dari kontribusi lembaga negara lain yakni Presiden, Kemenlu, Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), KPK, Jaksa Agung , MA, Kapolri, dan lain-lain. “Kita harap model kerja sama seperti ini jadi kebiasaan positif,” harapnya.

Berdampak positif
Keluarnya Indonesia dari daftar FATF ini dinilai bisa berdampak positif bagi Indonesia. Pertama, Indonesia bisa disejajarkan dengan negara-negara maju selaku anggota G20. Kedua, status ini bisa mendorong peningkatan iklim investasi (rating investment grade), transaksi bilateral di Indonesia. Ketiga, hal ini bukti komitmen kuat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

“Insya Allah, status ini akan meningkatkan angka investasi ke depannya. Ini juga dapat melancarkan transaksi keuangan perbankan ke dan dari Indonesia dan profil perbankan Indonesia,” sambung Hasan Kleb.

Hanya saja, katanya, rekomendasi pembekuan aset yang masuk daftar resolusi Dewan Keamanan PBB 1267 dan 1373 masih dalam proses. Soalnya, negara-negara anggota FATF mengeluhkan lantaran pembekuan aset dilakukan sesegera mungkin sejak ditetapkan DK PBB. “Kalau bisa pembekuan aset dilakukan di bawah 24 jam sejak dikeluarkan PBB, sementara sistem hukum melalui proses peradilan memakan waktu. Kita juga salah satu negara yang tidak punya United Nations Act (keputusan resolusi PBB harus menjadi hukum nasional, red),” kata Hasan.

Sebelumnya, dalam pertemuan FATF Februari 2015, Indonesia telah berhasil keluar dari public statement/black list PS FATF ke status grey list area. Indonesia masuk black list FATF sejak Februari 2012 karena dinilai memiliki kelemahan strategis dalam rezim pendanaan terorisme. PS FATF merupakan sumber terbuka yang berfungsi memberi peringatan (warning) kepada lembaga keuangan seluruh negara agar lebih hati-hati dalam  bertransaksi keuangan dengan negara yang dimasukkan dalam daftar PS tersebut.

Indonesia dalam kaitan ini bukan anggota FATF, namun keterlibatan Indonesia dalam FATF adalah karena Indonesia merupakan anggota dari Asia Pacific Group on Money Laundering, yang termasuk dalam associate members FATF.
Tags:

Berita Terkait