Ingat, Vlogger dan Youtuber Komersil Wajib Kantongi Legalitas
Utama

Ingat, Vlogger dan Youtuber Komersil Wajib Kantongi Legalitas

Pada dasarnya vlogger dan youtuber memiliki kegiatan yang sama dengan perfilman, sehingga wajib memenuhi aspek legalitas yang diatur dalam regulasi terkait perfilman.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
IG Live Klinik Hukumonline BaPer (Bahas Perizinan) dengan tajuk Sudah Mantap Menjadi Vlogger/Youtuber? Yuk, Siapin Legalitas Usahanya, Selasa (2/11).
IG Live Klinik Hukumonline BaPer (Bahas Perizinan) dengan tajuk Sudah Mantap Menjadi Vlogger/Youtuber? Yuk, Siapin Legalitas Usahanya, Selasa (2/11).

Teknologi digital di era milenial memberikan ruang dan kesempatan kepada siapa saja untuk berkarya dan mengembangkan kreativitas lewat media sosial, salah satunya adalah video. Dulu orang beramai-ramai membuat karya dan menjadi content creator lewat platform yang dikenal dengan Vlog, namun saat ini Youtube menjadi salah satu platform yang paling populer dan hampir semua kalangan usia mengakses aplikasi milik Google ini.

Vlog atau video-blogging merupakan suatu bentuk kegiatan blogging dengan menggunakan medium video di atas penggunaan teks atau audio sebagai sumber media perangkat seperti ponsel berkamera, kamera digital yang bisa merekam video, atau kamera murah yang dilengkapi dengan mikrofon merupakan modal yang mudah untuk melakukan aktivitas blog video, dan orang yang membuat video pada Vlog disebut Vlogger.

Sedangkan Youtube adalah sebuah situs web berbagi video yang memungkinkan pengguna mengunggah, menonton, dan berbagi video. Pengguna Youtube yang membuat dan mengunggah video ke dalam Youtube disebut Youtuber.

Menurut Konsultan Easybiz Nursaidah pada dasarnya tak ada perbedaan antara vlogger dan youtuber, kecuali dari sisi platform. Keduanya memiliki kesamaan bentuk kegiatan yakni membuat konten video, memiliki channel di masing-masing platform, lalu mempublikasikannya. (Baca: Tips Hukum bagi Konten Kreator Agar Terhindar Gugatan Hak Cipta)

Namun ada orientasi yang bergeser bagi pegiat video dari waktu ke waktu. Jika dulu orang-orang membuat konten video dan mempublikasikannya di berbagai platform digital hanya sekadar menyalurkan hobi. Tapi saat ini banyak orang membuat konten video di berbagai platform digital untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi. Maka ketika sebuah konten video memiliki nilai komersil, si pemilik konten wajib memenuhi aspek legalitas.

“Dulu orang-orang bikin video sekadar hobi, setelah ada platform digital, video bisa dipublikasikan ke khalayak umum, paling sederhana bisa menggunakan smartphone sudah cukup untuk buat video agar bisa dilihat orang. Kalau kegiatan perfilman sifatnya non-komersil, tidak perlu didaftarkan. Tapi ketika ada kegiatan perfilman dan mengandung unsur komersil maka itu perlu didaftarkan,” kata Nursaidah dalam IG Live Klinik Hukumonline BaPer (Bahas Perizinan) dengan tajuk “Sudah Mantap Menjadi Vlogger/Youtuber? Yuk Siapin Legalitas Usahanya”, Selasa (2/11).

Menurut Nursaidah, kegiatan yang dilakukan vlogger dan youtuber yakni mengambil video, merekam dengan teknik pembuatan film kemudian mempublikasikannya masuk ke dalam kategori pembuat film.

Pasal 5 UU No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman membagi dua kategori pembuat film yakni kegiatan perfilman dan usaha perfilman. Sementara definisi keduanya disebut dalam Pasal 1 angka 4 dan angka 5 UU Perfilman, yakni “Kegiatan perfilman adalah penyelenggaraan perfilman yang langsung berhubungan dengan film dan bersifat nonkomersial, dan “Usaha perfilman adalah penyelenggaraan perfilman yang langsung berhubungan dengan film dan bersifat komersial.”

Adapun kewajiban untuk mendaftarkan usaha perfilman sebelumnya diatur dalam Pasal 14 UU Perfilman, di mana jenis usaha perfilman wajib memiliki izin usaha dan didaftarkan kepada Menteri. Namun beberapa ketentuan ini mengalami perubahan dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di mana pemberian izin usaha perfilman menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Pasal 14

UU Perfilman

  1. Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf f wajib didaftarkan kepada Menteri tanpa dipungut biaya dan diproses dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.

Pasal 66

UU Cipta Kerja

Untuk mempermudah pelaku usaha perfilman dalam melakukan kegiatan usaha, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2OO9 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5060) diubah sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

  1. Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
  2. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk Perizinan Berusaha terkait pertunjukan film yang dilakukan melalui penyiaran televisi atau jaringan teknologi informatika.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha diatur dalam Peraturan Pemerintah.

“Intinya segala sesuatu yang meraup keuntungan dari segi ekonomi wajib didaftarkan. Jadi di UU Perfilman itu sudah dikatakan, dulu itu kewajiban didaftarkan melalui Mendikbud yang menjalankan fungsi perfilman, di UU Ciptaker sudah diserahkan ke pemerintah pusat yang menerbitkan izin perfilman,” jelas Nursaidah.

Lalu bagaimana cara mengurus legalitas agar para vlogger dan youtuber tidak melanggar aturan? Nursaidah menerangkan bahwa untuk mendapatkan legalitas terkait perfilman, vlogger dan youtuber terlebih dahulu harus mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui laman Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko.

Setelah membuka laman OSS Berbasis Risiko, vlogger atau youtuber harus melakukan pendaftaran untuk masuk dan mengakses OSS Berbasis Risiko dan mengisi form yang disediakan. Nursaidah mengingatkan vlogger dan youtuber untuk melakukan pengecekan KBLI 2020 agar tak salah dalam memilih jenis usaha.

Jika sudah mengantongi NIB, vlogger dan youtuber wajib memenuhi izin lain yakni Tanda Pemberitahuan Pembuatan Film (TPPF) dengan cara mendaftarkan setiap produksi film atau konten video yang akan dipublikasikan. Tak hanya itu, video yang akan dipublikasikan juga harus mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS). Ketika semua syarat terpenuhi, video dapat dipublikasikan.

“Tentunya harus mendapatkan legalitas dulu sebelum dipublikasikan, harus mendapatkan TPPF dan juga STLS,” papar Nursaidah.

Perlu diingat, untuk mendapatkan NIB, vlogger maupun youtuber harus memiliki badan usaha yang telah berbadan hukum Indonesia, seperti PT biasa, PT Perorangan. Namun untuk usaha perfilman dengan kategori penjualan dan penyewaan film itu bisa dilakukan oleh pelaku usaha perorangan. PT Perorangan hanya dimungkinkan untuk jenis usaha penjualan dan penyewaan film sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UU Perfilman “Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h wajib memiliki izin usaha, kecuali usaha penjualan film dan/atau penyewaan film oleh pelaku usaha perseorangan.”

Bagi pihak-pihak yang melanggar aturan, Pasal 66 angka 4 UU Ciptaker mengatur sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda administratif, penutupan sementara, dan atau pembubaran atau pencabutan perizinan.

4. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 78

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 2l ayat (2), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, Pasal 33 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43, atau Pasal 57 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. teguran tertulis;
  2. denda administratif;
  3. penutupan sementara; dan atau
  4. pembubaran atau pencabutan Perizinan Berusaha.

      (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.

“Jadi balik lagi ke tujuan. Kalau tujuan membuat konten video hanya sekadar hobi tidak perlu didaftarkan. Tapi kalau menghasilkan keuntungan itu wajib didaftarkan. Sekarang mengurusnya mudah. Saat baru mau mulai menjadi vlogger atau youtuber yang pertama diselesaikan itu harusnya legalitas, daripada nanti harus mengurus belakangan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait