Ingin Tempatkan Koruptor di Nusakambangan, Begini Alasan KPK
Berita

Ingin Tempatkan Koruptor di Nusakambangan, Begini Alasan KPK

Harus ada kriteria tertentu misalnya kerugian negara diatas Rp10 miliar dan pelaku menikmati keuntungan atau mereka yang divonis minimal 10 tahun.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Pembicara dalam diskusi tentang kualitas Lapas di KPK. Foto: AJI
Pembicara dalam diskusi tentang kualitas Lapas di KPK. Foto: AJI

Kasus terpidana keluar penjara dengan dalih izin berobat, atau menggunakan uang untuk memperoleh izin keluar dari sel, membuat Komisi Pemberantasan Korupsi ‘gerah’. Apalagi itu terjadi pada terpidana kasus korupsi. Puncaknya adalah suap yang diterima Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husein. Pengadilan Tipikor Bandung sudah menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda 400 juta kepada Wahid karena terbukti menerima suap berupa uang dan mobil mewah.

Proses hokum mulai penyelidikan hingga penuntutan sudah dilakukan dengan susah payah; biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit; dan sumber daya yang digunakan sangat banyak. Proses ini menjadi sia-sia karena ulah segelintir orang yang ingin memperkaya diri, atau menerima pemberian dari para napi. KPK juga sudah beberapa kali mengingatkan agar Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM melakukan pembenahan atau tata kelola Lapas.

Kini, KPK berencana menjebloskan terpidana kasus korupsi ke Lapas Nusakambangan. "Mulai 2019 nanti eksekusi terpidana korupsi dimasukkan kesana (Nusakambangan) yang kita harapkan akan ada penjeraan, orang sudah sadar bisa jadi agen kita supaya tidak melakukan hal yang sama," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam diskusi dengan tema "Menggagas Kualitas Lapas" di Gedung KPK, Selasa (30/4) kemarin.

Menurut Agus salah satu tujuan pemidanaan adalah membuat efek jera; tidak ada orang lain yang meniru perbuatan terpidana. Namun tujuan ini sepertinya belum terwujud. Oleh karena itu KPK merencanakan kebijakan menempatkan terpidana kasus-kasus korupsi ‘besar’ di tempat penahanan kategori supermaximum security. Nusakambangan menjadi pilihan.

(Baca juga: Menkumham Puji Pembinaan Napi di Nusakambangan).

Rencana ini tidak lepas dari kajian yang dilakukan Litbang KPK atas kualitas pemidanaam di Lapas. Contohnya pada kasus pidana umum, KPK menemukan adanya indikasi lemahnya pengawasan terhadap pemberian remisi sehingga dianggap tidak transparan. Pemberian remisi menurut kajian kerap berdasarkan relasi sosial sehingga berindikasi terjadinya korupsi. Hasil kajian juga menemukan bahwa izin berobat kerap disalahgunakan terpidana korupsi, barang yang semestinya tidak ada masuk ke ruang tahanan seperti uang tunai pada jumlah besar dan barang elektronik juga mudah masuk. Belum lagi sistem satu ruangan satu tahanan juga sering disalahgunakan menjadi seperti kamar pribadi yang kunci sendiri sehingga bebas keluar-masuk ruang tahanan.

Berdasarkan kajian inilah maka KPK berpendapat Nusakambangan menjadi tempat ideal bagi para koruptor kelas kakap menjalani hukuman. Meskipun memang tidak ada jaminan di lokasi tersebut permasalahan bisa hilang, Agus yakin dengan standarisasi yang ada, Nusakambangan bisa membuat efek jera.

"Harapan kita standar dipertahankan jangan sampai di sana standar diubah. Yang saya saksikan betul-betul tidak ada kontak antara petugas lapas dan narapidananya. Bahkan yang datang ke tahanan petugas tertutup mukanya, petugas tidak boleh ngomong, hanya monitor dari CCTV, pasti standar ini yang harus dipertahankan, itu harapan kami perubahan tingkah laku terjadi," terangnya.

Tags:

Berita Terkait