Ini Kata Notaris Terkait Entitas Hukum Baru PT Perorangan
Utama

Ini Kata Notaris Terkait Entitas Hukum Baru PT Perorangan

Kerja notaris akan berkurang, namun ada nilai ekonomis di balik kebijakan UU Cipta Kerja. Bila bisnis PT Perorangan berkembang, maka pelaku usaha akan membutuhkan jasa notaris untuk proses naik kelas dan kegiatan lainnya.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Demi memudahkan Usaha, Kecil, dan Menengah (UKM) untuk mendirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, pemerintah mengatur hal baru yang sebelumnya tidak diatur dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), yakni PT Perorangan.

Undang-undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah defenisi PT menjadi “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”

Dalam praktiknya, pemegang saham pada PT Perorangan dimiliki oleh perorangan. Pemilik saham PT Perorangan tidak boleh berbentuk badan hukum. Merujuk Pasal 153E UU Cipta Kerja, “Pemegang saham pada PT untuk katagori UMK adalah orang perseorangan, tidak boleh badan hukum.  Satu orang hanya dapat mendirikan satu PT Perorangan katagori UMK dalam satu tahun.”

Dalam proses pendirian PT Perorangan tidak diperlukan akta notaris. Pasal 153A UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa “Perseroan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang, yang didirikan berdasarkan surat pernyataan pendirian.” Dan mekanisme pendirian PT Perorangan diatur dalam Pasal 153Byang menyatakan, “Pernyataan pendirian didaftarkan secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian.”

Notaris Aulia Taufani mengatakan bahwa UU Cipta Kerja memang memberikan kemudahan kepada UMK untuk mendirikan perusahaan tanpa akta notaris. Meski aturan tersebut terlihat mengurangi kerja notaris, namun Aulia menilai ada nilai ekonomis di balik aturan tersebut. (Baca: Begini Mekanisme Penyesuaian KBLI 2017 ke KBLI 2018 dalam OSS Berbasis Risiko)

“Okelah sudah menjadi peraturan dan harus dijalankan. Namun ada hipotesis jika orang dipermudah dan makin banyak yang berusaha dan berinteraksi dengan hukum bisnis, maka akan banyak layanan yang dapat dibantu dari sisi notaris,” kata Aulia dalam Seminar Nasional Ikatan Notaris Indonesia (INI), Selasa (15/6).

Jika bisnis PT Perorangan berkembang menjadi usaha yang besar, maka pelaku usaha tersebut akan membutuhkan jasa notaris untuk proses naik kelas PT, dan kegiatan lainnya yang membutuhkan jasa notaris. Paradigma UU Ciptaker, di mana pelaku usaha diberikan kemudahan diawal dengan harapan membawa dampak positif ke depannya untuk ekonomi Indonesia.

Namun, Aulia mengingatkan jangan sampai kemudahan berusaha yang diberikan pemerintah menjadi sesuatu yang tidak baik. Pemerintah tidak boleh lalai dalam mengkalkulasi risiko hukum yang mungkin muncul di kemudian hari.

“Semua ada risiko, dan yang bisa memahami risiko itu orang hukum karena disitu ada keahlian, pengetahuan. Di sinilah titik pentingnya, jangan semua kemudahan menjadi sesuatu yang tidak baik, dan jangan lalai mengkalkulasi risiko,” tegasnya.

Direktur Jenderal Perdata AHU Kementerian Hukum dan HAM, Santun Siregar, menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja membuat beberapa terbosan terkait korporasi, di mana ada entitas baru yang disebut dengan perseroan perseorangan. Santun mengakui aturan ini sempat menimbulkan komentar dari berbagai pihak, termasuk menghilangkan pekerjaan bagi notaris.

Namun demikian, lanjut Santun, UU Cipta Kerja tidak menghilangkan pekerjaan notaris yang lain. Bahkan dengan adanya kemudahan berusaha yang diberikan dalam bentuk PT Perseorangan akan menjadi cikal bakal persekutuan modal yang otomatis akan membutuhkan jasa notaris.

“Ada yang bilang menghilangkan lahan pekerjaan bagi notaris, kenapa pemerintah bertindak seperti itu. Ada entitas baru yang belum pakai akta notaris tapi nanti setelah besar akan jadi perseroan persekutuan modal yang otomatis akan membutuhkan jasa notaris. Itu logika berpikir yang dikembangkan pemerintah melalui UU Cipta Kerja,” jelas Santun pada acara yang sama.

Sebagai partner di Ditjen AHU, Santun menegaskan tidak ada alasan yang membuat notaris saling berbenturan dengan pemerintah. Sehingga diharapkan kerja sama dari notaris untuk membantu pemerintah dalam mencari solusi bersama terkait perubahan rezim perizinan di UU Cipta Kerja.

“Notaris itu partner di AHU, tidak ada alasan untuk berbenturan atau oposa. INI kita ajak bicara, bagaimana solusinya dan mencari solusi terhadap persoalan tersebut. Dengan perubahan rezim dari pengesahan ke pendaftaran, artinya tanggung jawab notaris lebih besar. Yang paling utama tanggung jawab dari sisi susbtansi akta yang dibuat notaris,” paparnya.

Sekrataris Umum INI, Tri Firdaus, mengatakan bahwa notaris menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan OSS Berbasis Risiko. Sebagai pihak yang terlibat langsung, INI selaku lembaga yang menaungi notaris memiliki kewajiban untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota agar lebih memahami mekanisme perizinan pasca pengesahan UU Cipta Kerja.

Dia pun menegaskan INI akan membantu pemerintah dan menjalankan kebijakan yang sudah diterbitkan, termasuk mensosialisasikan OSS Berbasis Risiko, baik kepada pelaku usaha maupun profesi.

“Tugas kita dari organisasi untuk mensosialisasikan, sekarang ada ada OSS versi terbaru RBA mengingat anggota notaris ini banyak. Notaris garda terdepan untuk EODB dengan adanya sistem ini pemerintah membuat shortcut untuk mengakomodir seluruh instansi dan lembaga dan ini baik sekali. Disinilah letak posisinya notaris membantu pemerintah dalam hal untuk melancarkan OSS shortcut itu,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait