Ini Proses Pergantian Pimpinan DPR Pasca Pengunduran Novanto
Berita

Ini Proses Pergantian Pimpinan DPR Pasca Pengunduran Novanto

Pimpinan DPR yang lain menyampaikan surat pengunduran diri dan meminta penggantinya ke partai politik Novanto berasal.

FAT/RFQ
Bacaan 2 Menit
Setya Novanto. Foto: RES
Setya Novanto. Foto: RES
Menjelang keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Setya Novanto melayangkan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR. MKD pun memproses surat tersebut dan mengumumkan bahwa terhitung sejak tanggal 16 Desember 2015, Novanto tak lagi menjabat sebagai ketua DPR.

Otomatis, ada satu kursi kosong di pimpinan DPR. Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata tertib diatur mekanisme proses pergantian pimpinan DPR yang mengundurkan diri. Pasal 39 Peraturan DPR itu menyebutkan bahwa, pimpinan DPR yang mengundurkan diri mengajukan pengunduran diri secara tertulis di atas kertas bermaterai kepada pimpinan DPR.

Kemudian, pimpinan DPR menyampaikan surat pengunduran diri tersebut dan permintaan pengganti pimpinan DPR yang mengundurkan diri kepada partai politik Novanto berasal. Sebelum permintaan ini dilakukan, pimpinan DPR wajib membicarakannya dalam rapat pimpinan.

Setelah memperoleh permintaan pengganti pimpinan DPR yang mengundurkan diri, partai politik dalam hal ini Golkar memiliki waktu lima hari sejak diterimanya surat. Lalu, Partai Golkar menyampaikan keputusannya kepada pimpinan DPR. Bila dalam jangka waktu lima hari belum ada putusan pengganti Novanto, pimpinan DPR menyampaikan pengunduran diri tersebut disampaikan pimpinan DPR kepada Presiden paling lama tujuh hari.

Pasal 46 ayat (2) peraturan itu menyebutkan bahwa, dalam hal penggantian pimpinan DPR tidak dilakukan secara keseluruhan, salah seorang pimpinan DPR meminta nama pengganti ketua dan atau wakil ketua DPR yang berhenti kepada partai politik yang bersangkutan melalui fraksi.

Sementara itu, Anggota MKD Supratman Andi Atgas lebih sepakat jika pergantian Novanto diserahkan kepada Partai Golkar melalui fraksi selaku perwakilan di DPR. “Berikan hak kepada Partai Golkar untuk menentukan siapa pengganti Setya Novanto,” katanya di gedung DPR di Jakarta, Kamis (17/12).

Meski begitu, politisi Partai Gerindra ini juga tak menyalahkan jika ada orang yang ingin mengganti pimpinan DPR secara paket, karena diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Namun, ia menilai, persoalan paket atau kocok ulang bukanlah substansi yang mendesak dilakukan pada saat sekarang.

“Menurut saya sih, saat ini yang paling penting adalah kita konsentrasi bekerja buat bangsa dibandingkan buat kocok ulang. Untuk sementara kita berpikir jauh lebih baik kita bekerja meninggalkan perbedaan-perbedaan, kita menyatu,” ujar pria yang juga anggota Komisi III DPR ini.

Menurutnya, jika masalah kocok ulang itu terus digaungkan, maka bisa menimbulkan kegaduhan. “Urgensi apa buat kocok ulang, nanti pada akhirnya membuat gaduh republik ini. Parlemen akan membuat kita terbelah lagi akhirnya melupakan fungsi pengawasan, banyak Prolegnas kita yang pembentukan UU lebih penting dari pada sekedar kocok ulang,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait