Ini Ragam Modus Law Firm ‘Rebut’ Klien
Berita

Ini Ragam Modus Law Firm ‘Rebut’ Klien

Kode Etik tegas melarang advokat menjanjikan kemenangan kepada kliennya.

RIA
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi Tea Talk With Lawyers yang diselenggarakan HKHPM bekerja sama dengan hukumonline di Sekretariat HKHPM, Jumat (14/8). Foto: RES
Suasana diskusi Tea Talk With Lawyers yang diselenggarakan HKHPM bekerja sama dengan hukumonline di Sekretariat HKHPM, Jumat (14/8). Foto: RES
Persaingan merupakan hal lumrah dan tak terelakkan dalam dunia bisnis, tak terkecuali bisnis jasa konsultasi hukum. Dalam konteks persaingan bisnis, kantor-kantor konsultan hukum (law firm) memakai beragam cara demi mendapatkan klien. Terkadang, ada satu lawfirm menuding law firm lain merebut kliennya.

Aksi rebut-rebutan klien merupakan satu fenomena yang tak terbantah. Dalam acara diskusi Tea Talk With Lawyers, Jumat lalu (14/8), sejumlah advokat dari law firm ternama memaparkan beragam modus law firm ketika mencari klien yang terkadang dianggap merebut klien oleh law firm kompetitornya. Berikut ini rangkuman modus-modus tersebut:

1. Janji Menang  
Harry Ponto, salah satu Partner Pendiri Kailimang & Ponto, mengatakan pada dasarnya klien itu mencari kemenangan atas suatu sengketa hukum. Makanya, klien cenderung mudah tergiur begitu datang law firm yang menawarkan jasa dengan iming-iming kemenangan.

“Ada aja lawyer yang gerilya juga nyari klien. Karena kita nggak bisa menjamin (menang), tiba-tiba ada aja yang masuk. Tapi, syaratnya lawyer sebelumnya mesti di-terminate (dipecat),” tutur Harry.

Menurut Harry, terkadang keputusan klien beralih ke law firm lain terjadi di tahap akhir penanganan kasus. Padahal, sedari awal, klien merasa puas dengan performa law firm yang lama, tetapi ketika klien merasa tidak mendapat jaminan akan menang, dia akan cari law firm lain yang berani memberikan jaminan tersebut.

“Padahal kita sudah di ujung, kalau di perdata ibaratnya kita tinggal masuk ke kesimpulan. Tinggal masuk kesimpulan, kita dicopot. Bahkan draf kesimpulan pun diminta, itu yang dipakai. Ternyata kalah, tetap aja kita (law firm lama, red) yang disalahkan strateginya. Padahal semua excellent (bagus),” kata Harry.

Mengamini Harry Ponto, Partner pada Karimsyah Law Firm, Firmansyah mengakui terkadang dirinya menemukan karakter klien yang sejak awal sudah mempersoalkan prosentase menang. Umumnya, pertanyaan klien kepada advokat yang akan dia gunakan jasanya seperti ini “chance menangnya seperti apa?

“Jadi saya pun pernah ada situasi-situasi sulit dimana klien bertanya, ‘coba kasih persentasenya (menang)? Karena saya mau lapor ke kantor pusat bahwa ini kita bisa menang atau nggak’, ya kan kita nggak bisa (menjamin menang),” papar Firmansyah.

Firmansyah mengingatkan bahwa menjanjikan kemenangan kepada klien itu dilarang oleh Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). “Kode etik tidak boleh meng-guarantee (kemenangan). Itu melanggar kode etik, tapi dalam praktik ya timbul hal-hal seperti itu. Itu salah satu dinamika di lapangan.”

Berdasarkan penelusuran hukumonline, Pasal 4 huruf c KEAI memang secara tegas mengatur bahwa “Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.”

2. ‘BantingHarga
Persaingan bisnis yang ketat pada akhirnya tentu berkaitan dengan harga, atau tarif dalam konteks jasa konsultan hukum. Partner pada Karimsyah Law Firm, Firmansyah mengatakan di sektor jasa konsultan hukum pasar modal ada kesan yang mendapat pekerjaan law firm atau lawyer yang itu-itu saja.

Gara-gara kondisi tersebut, maka muncul lah law firm-law firm kecil atau pendatang baru yang belum menjadi bagian dari pasar, lalu menyiasatinya dengan memasang tarif rendah untuk pekerjaan tertentu, seperti Initial Public Offering (IPO). Pada akhirnya, pasar akan rusak karena ada law firm yang memesang tarif lebih murah.

“Teman-teman yang belum masuk ke market itu, gue banting harga deh. Kasarnya ya diskon!” tukas Firmansyah.

Senada, Associate pada Ivan Almaida Baely & Firmansyah, Antonius Herri Setianto juga melihat ada kecenderungan law firm kecil atau pendatang baru yang memasang tarif tidak masuk akal.

“Untuk IPO misalnya, dia (law firm baru atau kecil) hanya meng-quote ke klien itu harga sekitar Rp150 juta. Padahal,secara perhitungan ekonomisnya itu, pengerjaan IPO standarnya sekitar Rp1-2 milyar. Jadi memang rentangnya itu jauh sekali,” ujar Antonius.

Seperti halnya larangan menjanjikan kemenangan, berdasarkan penelusuran hukumonline, KEAI juga mengatur tentang tarif atau honorarium. Namun, termaktub dalam Pasal 4 huruf d, hanya diatur secara normatif bahwa, "Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien".
Tags:

Berita Terkait