Staatsnoodrecht dalam Pandangan Tiga Tokoh Hukum
Berita

Staatsnoodrecht dalam Pandangan Tiga Tokoh Hukum

Jika negara dalam keadaan darurat, maka hukum yang berlaku adalah hukum darurat.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Penyusunan hukum darurat sangat bergantung pada pemerintah dan alat kekuasaannya pada masa genting. Jika mereka berasal dari orang yang tidak menghargai hak orang lain, dan lebih mementingkan kedudukannya, maka keadaan genting itu akan mempengaruhi jiwa mereka  sehingga sama sekali tak mengindahkan jiwa rakyat, kemerdekaan rakyat, dan bisa membahayakan jalannya negara. Tidak akan sesuai dengan keadilan.

Jadi, hukum darurat harus disesuaikan dengan kesadaran keadilan umum. Keadaan darurat tidak boleh dipergunakan sebagai alasan untuk mengadakan peraturan dan tindakan sewenang-wenang. Jika hukum darurat dan pelaksanaannya tidak adil dan memperkosa hak-hak rakyat, maka rakyat lama kelamaan akan mengobarkan perlawanan terhadap pemerintah darurat sehingga justru membahayakan kedudukan negara dan pemerintgahan itu sendiri.

Mr. Herman Sihombing

Herman Sihombing adalah Guru Besar Universitas Andalas Padang. Ia salah seorang ahli hukum tata negara yang secara khusus membuat karangan ‘Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia (1996). Buku karyanya ini sering dikutip dalam pembahasan tata negara darurat.

(Baca juga: Mengenang Profesor Herman Sihombing, Orang Batak di Ranah Minang).

Herman mendefinisikan hukum tata negara darurat sebagai rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-undangan dan hukum yang umum dan biasa.

Menurut Prof. Herman, unsur-unsur dalam Hukum Tata Negara darurat adalah (i) adanya bahaya negara yang patut dihadapi dengan upaya luar biasa; (ii) upaya biasa, pranata yang umum dan lazim tidak memadai untuk digunakan menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada; (iii) kewenangan luar biasa yang diberikan dengan hukum kepada pemerintah negara untuk secepatnya mengakhiri bahaya darurat tersebut, kembali ke dalam kehidupan normal; dan (iv) wewenang luar biasa dan hokum tata negara darurat berlaku untuk sementara waktu saja sampai keadaan darurat itu dipandang tidak membahayakan lagi.

Dijelaskan pula bahwa hokum tata negara darurat sangat penting dalam kehidupan bernegara, dan itu sebabnya diatur dalam setiap konstitusi. Pasal 12 UUD 1945 menyatakan Presiden menyatakan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 184 Konstitusi RIS mengatur keadaan yang sama dengan menentukan dua macam jenis atau tingkatan keadaan bahaya yakni keadaan perang dan keadaan darurat perang. UUDS 1950 lebih kurang sama mengatakan “dengan UU ini Presiden dapat menyatakan negara dalam keadaan bahaya dan keadaan bahaya dan akibat pernyataan itu diatur lebih lanjut dalam UU. Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959, keadaan bahaya diatur dalam UU No. 74 Tahun 1957 dan UU No. 6 Tahun 1946, plus beberapa aturan Regeling SOB Staatblad Tahun 1939 No. 582. Setelah kembali ke UUD disusunlah UU No. 23 Tahun 1959, yang semula berbentuk Perppu.

Tags:

Berita Terkait