Jaksa Agung Sampaikan Konsep Keadilan Restoratif dengan Hati Nurani
Pengukuhan Guru Besar

Jaksa Agung Sampaikan Konsep Keadilan Restoratif dengan Hati Nurani

“Saya sebagai Jaksa Agung tidak membutuhkan jaksa yang pintar, tetapi tak bermoral. Saya juga tidak butuh jaksa yang cerdas, tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan jaksa yang pintar dan berintegritas.”

Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit

Ia menyebut beberapa kasus yang menarik perhatian masyarakat, seperti kasus nenek Minah yang didakwa melakukan pencurian 3 buah kakao, kemudian divonis 1 tahun 1 bulan dan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Kasus lain yang serupa adalah kasus kakek Samirin yang divonis bersalah 2 bulan 4 hari penjara karena mencuri getah karet yang harganya hanya sekitar Rp17.000.

Lebih lanjut, Burhanuddin memaparkan upaya mencari keadilan memang salah satu tujuan utama dari hukum. Tapi hal ini bukan berarti tujuan hukum yang lain, seperti kepastian hukum dan kemanfaatan menjadi terpinggirkan atau dinegasikan. Sementara hati nurani bukan tujuan hukum, melainkan instrumen katalisator untuk merangkul, menyatukan, dan mewujudkan ketiga tujuan hukum tersebut secara sekaligus.

Bila kemanfaatan hukum dan kepastian hukum yang dilandasi dengan hati nurani telah tercapai secara bersamaan, kata dia, keadilan hukum akan terwujud secara paripurna. "Adanya komponen hati nurani yang memiliki andil besar mewujudkan keadilan hukum ini, saya namakan sebagai Hukum Berdasarkan Hati Nurani," katanya menjelaskan.

''Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum saling menegasikan, maka hati nurani menjadi 'jembatan' untuk mencapai titik neraca keseimbangan.”   

Menurutnya, semakin tinggi nilai penggunaan hati nurani dalam upaya penegakan hukum, maka semakin tinggi pula nilai keadilan hukum yang dapat diwujudkan dalam penegakan hukum. Hukum tanpa keadilan adalah sia-sia dan hukum tanpa tujuan atau manfaat juga tidak dapat diandalkan.

Burhanuddin menegaskan penggunaan hati nurani dalam penegakan hukum di Indonesia telah dijamin dalam dua pasal konstitusi yakni Pasal 28E ayat (2) dan pasal 28I ayat (1) UUD Tahun 1945. Berdasarkan dua pasal konstitusi tersebut, ia menilai setiap orang, termasuk para jaksa, berhak dan harus menggunakan hati nuraninya dalam setiap penegakan hukum.

Pasal 28E ayat (2) UUD Tahun 1945 menyebutkan “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Pasal 28I ayat (1) UUD Tahun 1945 menyebutkan “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,….”

Tags:

Berita Terkait