Jalan Keluar Atasi Kesulitan Pembiayaan Infrastruktur di Sektor Energi dan Konektivitas
Utama

Jalan Keluar Atasi Kesulitan Pembiayaan Infrastruktur di Sektor Energi dan Konektivitas

Pengelolaan dana pensiun dan asuransi jiwa merupakan sumber pendanaan jangka panjang. Kedua sumber pendanaan itu merupakan ‘pasangan yang serasi’ karena sama-sama punya orientasi jangka panjang dan akan mendapatkan return yang optimal.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Foto: NNP
Foto: NNP
“Jangan pernah kita menganggap kalau proyek infrastruktur tidak mendapat APBN, maka proyeknya mangkrak,” demikian kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro di Jakarta Kamis, (17/2).

Pernyataan itu terlontar lantaran Bambang masih menemukan terdapat sejumlah Kementerian/Lembaga yang mengeluh lantaran kesulitan mencari sumber pembiayaan sewaktu membangun infrastruktur. Isu soal keterbatasan anggaran pemerintah, baik itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD) seringkali dijadikan ‘kambing hitam’.

Bambang menjelaskan, selama ini Kementerian/Lembaga hanya berpatokan kepada tiga skema pembiayaan yang lazim dilakukan, seperti belanja kementerian/lembaga melaui APBN atau APBD, atau skema suntikan modal kepada BUMN untuk menggarap proyek-proyek investasi tertentu, serta yang paling terakhir adalah skema Kerjsama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) yang dulu lebih dikenal dengan skema Public Private Partnerships/PPP ataupun dikenal dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).

Menurut Bambang, ketiga skema pembiayaan tersebut masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya. Ambil contoh misalnya, skema penyuntikan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dimana skema ini menjadi skema andalan dua tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, belakangan menjadi masalah lantaran dari sisi anggaran membuat sisi kas negara menjadi defisit.

“Dalam dua tahun pertama pemerintahan, fokus kepada PMN. Tapi bergantung kepada PMN terus menerus juga agak menyulitkan dari sisi anggaran, karena dengan sistem budget kita yang defisit maka setiap penambahan PMN identik dengan penambahan utang,” kata Bambang.

Pemerintah saat ini memang sudah tidak menjadikan skema PMN tersebut sebagai skema utama dalam pembiayaan infrastruktur. Skema andalan pemerintah sekarang ini masih pada skema KPBU. Sayangnya, skema ini juga tak begitu sempurna. Dalam perjalanannya, masih sering ditemui hambatan terutama yang terkait dengan ekuitas atau permodalan. Kementerian PPN/Bapennas punya jalan keluar. Mereka menawarkan skema alternatif pembiayaan infrastruktur baru yang mana skema ini akan menjadi pelengkap dari skema KPBU sepanjang mengalami kesulitan terkait ekuitas.

Skema ini dinamai, Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). Dijelaskan Bambang, skema ini pada prisipnya merupakan pembiayaan proyek investasi yang bersifat prioritas dimana pendanaannya bersumber dari selain anggaran pemerintah. Fokus investasi skema ada dua, yakni sektor konektivitas yang terdiri dari jalan tol, pelabuhan, Bandar udara, dan kereta api. Sementara, fokus selanjutnya pada sektor energi yang terdiri dari proyek infrastruktur perminyakan, batubara, jaringan pipa gas, dan pembangkit listrik (IPP/Independent Power Producer).

“Kita coba cari alternatif dimana injeksi modal atau PMN tidak lagi jadi perhatian utama. Injeksi modal tetap dibutuhkan, tapi sumbernya tidak lagi dari negara atau APBN. Kita cari injeksi dari pendanaan jangka panjang,” kata Bambang.

Hukumonline.com

Sumber pendanaan proyek PINA dapat berasal namun tidak terbatas pada dana-dana infrastruktur, dana institusi domestik maupun global, serta pasar modal modal domestik dan global. Sumber pembiayaan yang dimaksud itu bisa berasal dari penanaman modal, dana kelolaan, pasar modal, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lain ataupun pembiayaan yang sah lainnya. Bagi Bambang, skema PINA ini pada prinsipnya mendorong partisipasi dari pengelola dana jangka panjang untuk berinvestasi pada sektor ini.

Bambang mencontohkan, dana pensiun dan asuransi jiwa merupakan sumber pendananaan jangka panjang. Kedua sumber pendanaan itu, katanya, merupakan ‘pasangan yang serasi’ karena sama-sama punya orientasi jangka panjang. Pengelola dana pensiun dan asuransi jiwa mesti menempatkan dana yang besar itu ke dalam skema yang tepat agar mendapatkan return (imbal balik) yang optimal. Sebagiamana diketahui, peserta dana pensiun dan pemegang polis tentu berharap mereka menerima manfaat yang paling optimal saat waktu jatuh tempo tiba.

“Ini ketemu, karena kalau mengandalkan perbankan saja. Perbankan itu dana pihak ketika kebanyakan jangka pendek apakah tabungan atau deposito. Padahal proyek infrastruktur jangka panjang, ini yang menyebabkan miss match. Ini kenapa bank komersial tidak bisa memberikan porsi yang besar untuk infrastruktur, dia pasti ada batasnya,” sebutnya.

Bambang menyebut, satu contoh skema PINA yang sudah teralisasi adalah tercapainya financial closing pembiayaan ekuitas proyek jalan tol Waskita Toll Road yang melibatkan peran PT Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero) dan PT Taspen (Persero). Dalam proyek konsesi 15 ruas jalan tol ini, PT SMI dan PT Taspen memberikan pembiayaan awal sebesar Rp3,5 triliun kepada PT Waskita Toll Road. (Baca Juga: Permendagri 96/2016 Terbit, Pembiayaan Infrastruktur Daerah Diharap Lebih Mudah)

Sebetulnya, proyek Waskita Toll Road membutuhkan dana investasi senilai Rp70 triliun. Namun, PT Waskita Karya sebagai pemegang saham waktu itu hanya punya modal Rp6 triliun. Padahal, modal minimal yang dibutuhkan mencapai Rp21 triliun. Lantas, bagaimana dengan kekurangan modal Rp15 triliun? Kata Bambang, kalau memakai skema PMN nantinya berpotensi menimbulkan problem dari segi kas negara maupun saat pembahasan di Parlemen. Maka disepakati skema PINA ini dengan PT SMI dan PT Taspen.

“Mereka (PT SMI dan PT Taspen) juga butuh return yang baik, tapi jangan dilihat partisipasi PT SMI dan  PT Taspen ini sebagai charity atau CSR atau sebagai apapun yang tidak bernilai ekonomis. Ini justru nilainya sangat ekonomis. Saking ekonomisnya, deal ini baru selesai setelah 11 bulan. Mereka sibuk negosiasi untuk dapat return yang terbaik bagi masing-masing. Dan ini wajar bagi dunia bisnis. Meskipun sesama BUMN kalau udah urusan duit,kenceng negosiasinya,” paparnya.

Bagi PT Waskita Karya, kesepakatan tersebut punya konsekuensi salah satunya porsi kepemilikan saham mereka terbagi dengan partisipasi PT SMI dan PT Taspen yang menjadi pemegang saham baru. Terlepas dari hal itu, ada tak semua skema PINA bisa diterapkan untuk setiap proyek. Kementerian PPN/Bappenas punya empat kriteria proyek yang bisa didanai dengan skema ini. (Baca Juga: Proyek Infrastruktur Didorong Gunakan Kerjsama Pemerintah Badan Usaha)

Pertama, proyek tersebut mendukung pencapaian target prioritas pembangunan. Kedua, memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Ketiga, memiliki kelayakan komersial. Dan keempat, memenuhi kriteria kesiapan (readiness criteria). Selain itu, terdapat tiga skema PINA yang dapat diimplementasikan ke proyek investasi berdasarkan kondisi proyek, baik greenfileds, brownfields, dan operation.

“Peluangnya banyak, investor harusnya tertarik. Tinggal bagaimana kita memafasilitasi agar investor dan investee itu ketemu dengan skema yang menguntungkan semua pihak. jangan lupa, skema apapun yang kita pakai untuk infrastruktur, yang paling penting adalah manfaat itu masyarakat sendiri,” tutup Bambang.

Perbedaan Antara PINA dengan Investasi Sosial dan KPBU
Investasi Publik
KategorisasiInvestasi SosialKPBUInvestasi Komersial KhususInvestasi Komersial Umum
Definisi Investasi yang tidak memiliki imbal balik investasi secara langsung dari obyek tersebut. Investasi dengan imbal hasil di bawah standar kelayakan sehingga membutuhkan pengurangan sebagian beban investasi sosial pemerintah Investasi dengan imbal hasil memenuhi standar kelayakan investasi namun dipandang kurang menarik atau berisiko sehingga diperlukan intervensi pemerintah Investasi dengan imbal hasil relatif menarik sehingga peran pemerintah minim yaitu sebagai regulator dan promotor
Contoh ·         Jaminan sosial
·         Jaminan pendidikan
·         Jaminan kesehatan
·         Bahan baku air minum
·         Transportasi publik masal
·         Jalan tol
·         pelabuhan
·         listrik
·         Bandar udara
·         Pipa gas
Sumber Anggaran Pemerintah (APBN & APBD) Anggaran Pemerintah + Dana Komersial Dana komersial dengan dorongan pemerintah Dana komersial murni
Jenis ProyekPembiayaan Investasi non Anggaran Pemerintah (PINA)
Sumber: Direktorat Kerjasama Pemerintah Swasta dan Rancang Bangun pada Kementerian PPN/Bappenas, Februari 2017.

Direktur Utama PT Waskita Karya, M Choliq mengakui bahwa pihaknya sempat kesulitan mencari tambahan ekuitas saat membangun proyek Waskita Toll Road yang panjangnya mencapai total 1.050 Km itu. Memang, ada sebagian yang tidak tertarik karena investasi di jalan tol tidak menguntungkan. Namun, pendapat itu tidak seutuhnya salah dan tidak pula benar. (Baca Juga: Legal Due Dilligence ‘Tanpa Celah’ Kunci Hindari Kasus dalam Pengadaan Tanah)

“Return toll itu antara 14-18%, dan tidak ada toll yang meleset dari perkiraan,” sebutnya.

Return on Equitytersebut memang tidak akan didapat di tahun-tahun awal. Operasi tol selama tahun keempat sampai keenam, bahkan masih menunjukkan hasil negatif. Namun, dalam rentan waktu 13 hingga 40 tahun, keuntungan akan di depan mata. Ke depan, ia berharap, skema PINA ini bisa ditempuh atau disepakati lebih cepat dari proyek Waskita Toll Road ini.

“Selanjutnya cukup dua bulan saja (proses skema PINA) ini,” singkatnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT SMI, Emma Sri Martini menyebut bahwa skema PINA ini merupakan terobosan pemerintah. Pihaknya mengapresiasi skema ini dan berharap makin banyak investor domestik yang akan terjun ke pembiayaan infrastruktur. Ia menilai,   proyek greenfield akan banyak diincar lantaran asing menurutnya tidak terlalu tertarik berinvestasi pada proyek itu. mereka kebanyakan melihat dari aspek revenue yang belum jelas ketika terjun dalam proyek yang masih greenfields.

“Pemain lokal harus dioptimalkan,”sebutnya.

Direktur Investasi PT Taspen, Iman Firmansyah menyebut bahwa pihaknya akan segera ikut terlibat kembali dalam skema PINA kedepannya. Dalam proyek pertamanya ini, ia mengaku baru hanya menyertakan salah satu program dana pensiun. Saat ini, PT Taspen memiliki total dua program, yang satunya lagi yakni program jaminan hari tua. Bukan tidak mungkin, PT Taspen dalam waktu dekat kembali akan mengucurkan dana lagi kepada proyek yang membutuhkan suntikan modal.

“Tunggu dari pimpinan, mereka punya opsi daftar investasi. Paling tidak di 3 sektor, infrastruktur, properti, dan jasa keuangan,” sebut Iman.
Tags:

Berita Terkait