Jejak Perubahan Pasal dalam Pembentukan KUHP Nasional
Pojok KUHP

Jejak Perubahan Pasal dalam Pembentukan KUHP Nasional

Perubahan terjadi seperti penghapusan, reformulasi, penambahan frasa maupun ayat, hingga reposisi. Terjadinya perubahan setelah terdapat masukan masyarakat dari sosialisasi dan dialog publik.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 6 Menit

Perubahan pasal memang tak dapat dipungkiri seiring masukan publik. Seperti penghapusan, reformulasi, penambahan, pasal penggelandangan, pasal ternak/unggas yang memasuki pekarangan, pasal advokat curang. Kemudian pasal dokter tanpa izin, dua pasal tindak pidana terkait lingkungan hidup. 

“Serta masih banyak masukan masyarakat lain yang sudah terakomodasi oleh pembentuk KUHP,” katanya.

Terhadap banyaknya masukan dari berbagai elemen masyarakat, berdampak terhadap sejumlah perubahan materi maupun rumusan norma pasal. Sepertihalnya penjelasan dalam Pasal 69 ayat (1) draf RKUHP per 4 Juli semula menyebutkan, “Ketentuan ini dimaksudkan terkait masa menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun sebelum diubah dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana setelah perubahan”.

Tapi setelah mendapatkan masukan publik dari sosialisasi dan dialog publik, terdapat perubahan dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) RKUHP per 9 November menjadi “Ketentuan ini dimaksudkan terkait masa menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun sebelum diubah dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun yang dihitung sebagai masa menjalani pidana setelah perubahan”.

Begitupula dalam Pasal 100 ayat (1) RKUHP per 4 Juli menyebutkan, “Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun jika: a) terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki; b) peran terdakwa dalam Tindak Pidana tidak terlalu penting; atau c) ada alasan yang meringankan”. Namun terjadi perubahan  Pasal 100 ayat (1) pada draf RKUHP per 9 November  yang menyebutkan, “Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan: a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana”.  Perubahan, berupa penghapusan huruf c.

Begitupula dalam Pasal 234 RKUHP per 4 Juli semula diancam dengan hukuman pidana penjara 5 tahun atau pidana denda kategori V. Tapi dalam draf RKUHP per 9 November, ancaman hukuman menjadi 3 tahun atau pidana denda kategori IV. Ada pula Pasal 112 yang mengatur dua ayat. Tapi, oleh RKUHP 9 November ayat 2 dihapus, karena sudah tercakup dalam Pasal 117.

Kemudian Pasal 277 dan 278 yang mengatur larangan ternak unggas masuk ke kebun, serta pasal 429   yang mengatur larangan gelandangan di jalan pada RKUHP per 4 Juli dihapus pada draf RKUHP per 9 November. Ketiga pasal tersebut bakal diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Kemudian Pasal 344 dan 345 yang mengatur tindak pidana lingkungan dalam RKUHP 4 Juli, oleh RKUHP per 9 November dihapus. Sebab, kedua pasal tersebut sudah diatur dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hukumonline.comDirektur Informasi Polhukam Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan. Foto: Istimewa.

Tags: