Bawaslu RI Beberkan 4 Jenis Pelanggaran Pemilu
Terbaru

Bawaslu RI Beberkan 4 Jenis Pelanggaran Pemilu

Terdiri dari pelanggaran administratif; kode etik penyelenggara pemilu; tindak pidana pemilu; dan pelanggaran hukum lain terkait dengan penyelenggaraan pemilu.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo. Foto: Ady
Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo. Foto: Ady

Pemilu serentak yang rencananya digelar 14 Februari 2024 akan menjadi catatan sejarah. Karena ini kali pertama pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada hari yang sama dengan pemilu legislatif (DPRD/DPR/DPD). Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan peran semua pihak sangat dibutuhkan untuk mengawasi jalannya pemilu serentak.

Dalam kesempatan ini, Ratna membeberkan setidaknya ada 4 jenis pelanggaran pemilu. Pertama, pelanggaran administratif, Pasal 460 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjelaskan pelanggaran administratif meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Pelanggaran administrasi itu diperiksa, dikaji dan diputus oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota. Pemeriksaan dilakukan secara terbuka. Putusan Bawaslu wajib ditindaklanjuti KPU paling lama 3 hari kerja sejak tanggal dibacakannya putusan.

Ketentuan mengenai pelanggaran administratif ini memperkuat kewenangan Bawaslu. Tapi, Ratna mencatat penanganan menjadi tidak efektif ketika menangani pelanggaran tertentu yang butuh penanganan cepat, seperti pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye.

“Dampak dari penyelesaian pelanggaran secara terbuka adalah waktu yang panjang dan bahkan bisa melewati tahapan kampanye,” kata Ratna dalam diskusi secara daring bertema “Masalah Hukum Pemilu, Konsep dan Analisis Kasus”, Senin (14/2/2022).

(Baca Juga: Pembentuk UU Diminta Menata Ulang Model Pemilu Serentak)

Kedua, pelanggaran kode etik. Penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dilakukan oleh DKPP. Praktiknya DKPP menerbitkan peraturan DKPP yang model penyelesaiannya menyesuaikan dengan UU No.7 Tahun 2017 dimana DKPP hanya memeriksa dan memutus pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu yang bersifat permanen.

Keputusan KPU dan Bawaslu yang melaksanakan putusan DKPP menurut Ratna dapat diajukan gugatan ke PTUN. Dalam beberapa kasus keputusan KPU dan Bawaslu dibatalkan PTUN. “Kasus seperti ini kemungkinan besar masih bisa terjadi pada pemilu 2024,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait