Jumlah Pidana Pemilu Serentak 2019 Meningkat Tajam
Berita

Jumlah Pidana Pemilu Serentak 2019 Meningkat Tajam

Meningkat 58,3 persen jika dibandingkan Pemilu 2014. ​​​​​​​Ironisnya, saat penjatuhan vonis terdapat pula disparitas atau perbedaan putusan dalam kasus yang sama.

Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Ia juga mengungkapkan fakta yang menurut ILR janggal. Misalnya, dalam satu pengadilan terjadi atas kasus yang berbeda tapi hukumannya sama persis, vonis yang tidak menjangkau semua pelaku, vonis yang membuat perkara politik uang menjadi sumir. Pada praktiknya, Firmansyah juga mengungkap terdapat perbedaan penerapan hukum acara pada hakim banding dalam menyikapi vonis bebas.

 

Menurutnya, masih ada kegamangan di antara hakim tinggi dalam menerapkan aturan. Sebagian besar hakim banding mengakomodir putusan bebas atau lepas dengan pertimbangan keadilan karena tidak tersedia lagi mekanisme untuk memeriksa dan memutus perkara. Namun ada juga hakim tinggi yang bersikap berbeda di mana memandang bahwa putusan bebas tidak bisa diajukan pemeriksaan banding.

 

Selain itu, pengaturan diskualifikasi calon tetap dan calon terpilih yang tidak lengkap dan konsisten menimbulkan ketidakpastian dalam penerapan. Terutama dalam hal kampanye di luar jadwal kampanye yang melibatkan ASN dan WNI yang belum memiliki hak pilih, apakah dapat dijadikan alasan untuk pembatalan calon.

 

Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja di tempat yang sama mengatakan problematika penegakan hukum pidana pemilu dalam Sentra Gakkumdu. Dari sisi SDM dan akses, masih terdapat perbedaan persepsi dalam menafsirkan unsur pidana pemilu di lingkungan Sentra Gakkumdu. Selain itu, terdapat kendala personil Gakkumdu dari unsur kepolisian dan kejaksaan di daerah pemekaran yang belum terdapat polres atau kejaksaan negeri di wilayah setempat.

 

Selain itu juga kesulitan mendapatkan keterangan ahli terkait pendapat hukum dalam pemenuhan unsur pasal tindak pidana pemilu. Kemudian ada pula kendala geografis menuju pengadilan negeri yang dihadapkan pada batas waktu persidangan. “Kendala pembahasan Gakkumdu di mana kepolisian dan kejaksaan induk berada jauh dari kabupaten/kota pemekaran,” ujar Bagja.

 

Anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violeta mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemantauan perkara pemilu sebanyak 24 perkara. Jenis perkara yang dipantau oleh KY misalnya terkait dengan politik uang, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, kampanye di tempat ibadah, dan menyebabkan suara pemilih menjadi tidak bernilai. “KY telah melakukan pemantauan perkara pemilu sebanyak 24 perkara pemilu,” ungkap Sukma.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, ke depan seharusnya jumlah ketentuan pidana dalam UU Pemilu semakin berkurang. Hal ini bertujuan untuk benar-benar menempatkan tindak pidana dalam pemilu sebagai ultimum remidium. Titi menyarankan untuk diperbanyak sanksi administrasi karena sebetulnya sanksi jenis inilah yang lebih ditakutkan oleh stakeholder pemilu. “Kami mendorong ke depan mengurangi ketentuan tindak pidana,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait