Justice is Served from Home
Tajuk

Justice is Served from Home

Masih banyak sumbangsih yang bisa dilakukan oleh rekan-rekan advokat dan lawyers.

Oleh:
RED
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Akhir Desember 1998, saya diundang oleh sahabat saya, Prof Dorodjatun Kuntjorojakti, Dubes RI di AS waktu itu, untuk bicara tentang krisis multi dimensi 1998 di hadapan dua forum kecil di Washington DC dan New York City. Saya ingat saat itu bulan puasa, sehingga enerji agak terkuras setelah perjalanan panjang Jakarta-Tokyo-Washington DC.

Bukan acara itu yang ingin saya ceritakan, tetapi pertemuan pendek yang tidak begitu penting sebenarnya, dengan seorang teman, independent solo practitioning lawyer berbangsa Amerika yang pada waktu itu sedang bekerja untuk IMF sehubungan dengan penanganan krisis moneter di Asia. Saya bertemu dan sempat bekerja sama dengan Ross, teman itu, pada tahun 1998 di Jakarta, ketika kami masing-masing sedang ikut menangani restrukturisasi perbankan di Indonesia. Saya bekerja untuk kepentingan BPPN, dan Ross untuk IMF.

Ross menjemput saya di Tilden, rumah kediaman Dubes RI, untuk kemudian kami lanjut bicara di kantornya. Ternyata, kurang dari 10 menit berkendara, kami sudah sampai di “kantor”nya yang ternyata juga rumah pribadinya. Obrolan itu tidak penting, karena itu saya agak lupa apa yang kami bicarakan, rasanya hanya obrolan ringan tentang apa yang masing-masing kami kerjakan secara profesional, dilakukan di basement rumahnya. Basement yang tidak terlalu luas itulah kantornya. Semua ada di ruang itu. Ruang rapat kecil, komputer meja dan laptop, mesin faksimil, printer, dan mesin untuk membuat minuman kopi. Tidak sampai satu jam, saya sudah diantar pulang.

Yang berkesan buat saya setelah pertemuan, adalah bahwa Ross, pada waktu masih berusia 40-an, sudah memutuskan untuk bekerja sebagai lawyer seorang diri (solo practitioner) di rumahnya yang mungil, di daerah elite Washington DC, selalu berdekatan dengan keluarga kecilnya, mengerjakan “hal-hal besar” untuk kliennya yang juga besar, IMF, yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan ekonomi beberapa negara di Asia yang terpuruk karena krisis. Ross hanya menggunakan telponnya, laptopnya, printernya, dan sesekali menjumpai kliennya di pusat kota, sehingga praktis hampir semua pekerjaan penting dilakukannya dari rumah. 

Dalam perjalanan pulang itu yang terbayang oleh saya, mungkin suatu kali nanti, ketika saya mendekati usia pensiun, gaya kerja seperti inilah yang akan saya lakukan juga. Dalam banyak hal, pekerjaaan sebagai lawyer, yaitu berpikir tentang strategi penanganan kasus, perancangan transaksi, dan merumuskan opini hukum yang solutif, akan lebih fokus dan efektif tanpa diganggu oleh kesibukan rutin kantor dan keharusan “melayani” orang yang keluar masuk ingin bertemu untuk hal-hal tidak penting.

Mimpi itu hampir terlupakan. Tetapi ketika akhirnya saya memutuskan untuk “pindah” ke pinggiran Jakarta yang lebih sejuk sekitar tujuh tahun yang lalu, saya teringat kembali dengan ide itu, dan memutuskan untuk membuat kantor kecil di rumah saya. Beberapa tahun setelah kepindahan itu, pandemi Covid-19 terjadi, dan masih berlangsung sampai saat ini, sehingga saya betul-betul dipaksa untuk bekerja dari rumah selama lebih dari 1,5 tahun terakhir ini.

Apapun jenis pekerjaan, fokus dan spesialisasi dari seorang lawyer, yang pasti tujuan utama profesi dan tanggung jawabnya adalah untuk memastikan bahwa hukum ditaati, kepastian hukum diterapkan, etika dan kehormatan dijadikan landasan utama, dan keadilan serta fairness ditegakkan. Hal itu selalu perlu diterapkan baik untuk membela kepentingan terbaik klien dalam suatu transaksi bisnis, atau memposisikan kedudukan terbaik klien dalam suatu permasalahan atau konflik hukum, atau memperjelas maksud pembuat regulasi, atau maupun membela kepentingan terbaik klien dalam penyelesaian masalah dan sengketa hukum di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam konteks kondisi dan paktik hukum di Indonesia, tugas dan tanggung jawab profesi tersebut menjadi makin berat, menantang dan kompleks luar biasa karena kondisi dan praktik hukum kita yang banyak diwarnai oleh sejumlah masalah seperti praktik legislasi yang memburuk, praktik tata kelola (public governance dan corporate governance) yang naik turun, praktik korupsi di hampir semua institusi, baik publik maupun swasta dan temasuk juga sejumlah profesi, kecenderungan politisasi dan kriminalisasi dari banyak masalah yang sebetulnya murni merupakan hubungan hukum biasa, dan tentunya masalah akses untuk keadilan bagi mereka yang termarjinalisasi. Dengan kata lain, ada faktor tambahan beratnya tugas dan tanggung jawab lawyers di Indonesia untuk ikut menegakkan keadilan dibandingkan dengan banyak rekan lawyers di sejumlah negara lain. Tanpa ingin melebihkan peran lawyers, mereka berdasarkan Undang-Undang Advokat, adalah salah satu profesi yang seharusnya ikut bertanggung jawab agar kepastian hukum dan keadilan dalam berbagai bentuk tersebut ditegakkan.

Kondisi pandemi menyebabkan jutaan lawyers di dunia harus bekerja dari rumah. Kalau dikatakan bahwa lawyers juga bekerja dan bertanggung jawab untuk tegaknya kepastian hukum dan keadilan, maka saat ini justice is served from home. Ross mungkin tetap bisa efektif bekerja dari rumah karena saat inipun pandemi melanda Amerika. Tetapi Ross sudah mengerjakannya lebih dari 20 tahun. Kita baru terpaksa melakukannya kurang dari 2 tahun. Saya mungkin tetap bisa bekerja dari rumah, seperti juga rekan-rekan lawyers lainya, baik dalam membuat struktur transaksi dan kontrak yang baik, memberikan advis dan pendapat hukum kepada klien untuk menempatkan mereka pada posisi hukum terbaik, dan bahkan mungkin masih bisa juga membantu klien dalam negosiasi yang kompleks, dan malahan juga mungkin masih bisa berperan dalam penyelesaian sengketa untuk kasus-kasus yang rumit. Sidang-sidang di pengadilan yang juga sudah mulai bisa dilakukan secara daring juga sangat memungkinkan tugas lawyers dilakukan dari rumah.

Tetapi, bukan cuma itu saja tugas lawyers. Profesi ini dituntut untuk berbuat lebih. Dalam rentang sejarah advokat atau lawyers Indonesia, mereka telah dan masih dituntut untuk melakukan kegiatan yang melekat dengan profesinya. Kita ingat bahwa banyak organisasi advokat dan advokat atau lawyers Indonesia secara pribadi maupun kelompok pernah sangat terlibat dalam: (a) proses legislasi termasuk memberikan masukan kritis terhadap proses dan substansi legislasi yang dianggap menyimpang, (b) membangun lembaga-lembaga bantuan hukum, dan memberikan bantuan hukum probono kepada pencari keadilan yang tidak mampu membayar jasa advokat, (c) melakukan pembelaan hukum probono di depan pengadilan dalam perkara-perkara politik dan kriminalisasi, (d) ikut mendirikan lembaga-lembaga pro demokrasi termasuk KPK, dan memastikan lembaga-lembaga tersebut berfungsi, (e) bersama dengan organisasi masyarakat sipil lain dan KPK melakukan gerakan kampanye anti korupsi secara masif, (f) aktif didunia pendidikan untuk menyebarkan konsep-konsep negara hukum dan demokrasi, dan (g) terlibat dalam banyak kegiatan lain yang kiranya diluar ruang lingkup kerja profesional mereka yang tradisional.

Di masa pandemi ini, kita juga banyak melihat advokat dan lawyers umumnya melibatkan diri dalam pemberian bantuan hukum kepada para "korban pandemi", yaitu para pengusaha UMKM, melalui platform yang dibangun oleh pemerintah dengan bantuan perusahaan legal-tech. Kita juga banyak melihat para advokat atau lawyers bermurah hati memberikan substansi hukum di media masa dan media sosial. Dan tentu banyak lagi upaya dan kegiatan baik lainnya yang tidak selalu tersiarkan.

Ada kekhawatiran besar bahwa pandemi akan mengakibatkan banyak masalah yang timbul terkait dengan hukum dan bagaimana hukum diimplementasikan. Pembatasan gerak karena aturan pemerintah, kesulitan untuk berkomunikasi secara fisik yang untuk hal-hal tertentu dianggap efektif, keterbatasan biaya karena berkurangnya akses kepada pembiayaan dan sumber penghasilan yang mengkerut, kekhawatiran akan risiko terpapar virus Covid-19 dan banyak sebab lain yang menjadikan akses untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan menjadi sangat terbatas.

Sementara itu, para lawyers hanya bisa bekerja dari rumah. Lawyers yang bisa menjadi bagian dari sistem pendukung juga menjadi terbatas gerakan dan jangkauannya. Pandemi ini, tidak ada yang bisa memperkirakan kapan akan berakhirnya, sehingga bayangan bahwa dunia hukum kita akan terus mengalami banyak persoalan selama pandemi dan krisis ekonomi yang menyertainya merupakan masalah yang nyata.

Saya melihat bahwa masih banyak sumbangsih yang bisa dilakukan oleh rekan-rekan advokat dan lawyers. Kita bisa memberikan masukan konstruktif untuk proses legislasi, utamanya yang terkait dengan kebijakan pandemi. Pengalaman buruk proses pengundangan UU KPK dan UU Cipta Kerja tidak boleh terulang. Dengan pengalaman yang sarat, kita bisa jeli melihat berbagai kepentingan di belakang legsilasi yang merugikan kepentingan publik. Kita juga melihat bahwa KPK sangat bisa dilemahkan yang berujung pada melemahnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Advokat dan lawyers bisa tetap bersuara untuk mendukung gerakan antikorupsi, dan mencapai cita-cita Indonesia yang bersih. Advokat/lawyers harus mampu memberikan bimbingan kepada kliennya, baik korporasi, institusi maupun perorangan untuk selalu berada dalam jalur yang bebas dari praktik korupsi. Advokat/lawyers juga harus mampu untuk mengatakan tidak kepada para penegak hukum lainnya, bahkan kepada rekan advokat/lawyers sendiri manakala dalam proses penanganan masalah hukum ada yang bertindak menyimpang.

Advokat/lawyers tetap bisa memberikan jasa hukum probono kepada para pencari keadilan melalui beberapa platforms yang dibangun oleh sejumlah perusahaan legal-tech. Advokat/lawyers juga tetap bisa ikut serta dalam proses pendidikan hukum untuk memberikan pemahaman yang baik bagi para penerus tentang konsep-konsep rules of law, demokrasi dan hak asasi manusia. Selebihnya, advokat/lawyers juga tetap diharapkan menjadi pemegang pelita penerang, untuk masyarakat umum yang selalu ingin berada dijalan yang benar, dengan aktif berkomunikasi dan memberikan substansi hukum di banyak forum terbuka yang bisa diakses secara daring.

Dengan itu semua, saya yakin "justice is not delayed, only because justice is served from home."

Ats - Babakan Madang, awal Agustus 2021

Tags:

Berita Terkait