KAI Jajaki Integrasi Database Advokat dengan e-Court
Berita

KAI Jajaki Integrasi Database Advokat dengan e-Court

Agar adanya kesamaan data advokat pada organisasi advokat yang terdaftar dalam e-court. MA bakal menindaklanjuti penjajakan tawaran integrasi database advokat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi advokat: BAS
Ilustrasi advokat: BAS

Atas dasar kebutuhan yang sama, Kongres Advokat Indonesia (KAI) menjajaki kerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) terkait integrasi database advokat dalam organisasi advokat dengan aplikasi e-court. Bagi KAI, langkah ini penting agar adanya kesatuan informasi profil seorang advokat melalui sistem digital dalam praktik pemberian layanan jasa hukum bagi pencari keadilan.  

Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan pengacara cyber merupakan advokat yang dalam aktivitas ksehariannya menggunakan sistem elektronik. Hal itu sejalan dengan sistem yang dibangun MA dengan apliasi e-court dan e-litigasi. Sementara organisasi yang dipimpinnya pun telah memiliki database keanggotaan melalui sistem digita/elektronik (e-lawyer). Sejak mendaftar menjadi anggota KAI hingga lulus menjadi advokat, semua data pribadinya terekam.

Begitu pula sertifikat seorang advokat tersimpan rapi di database KAI. Boleh dibilang, KAI telah siap dengan perangkat sistem digitalisasi database keanggotaan. “Agar selaras dengan program sistem e-court milik MA, perlunya diintegrasikan database advokat. Seharusnya memang ada sistem yang terintegrasi,” ujar Tjoetjoe dalam sebuah webinar peluncuran buku berjudul Pengacara Cyber: Profesi Hukum Kaum Milenial, Selasa (2/6/2020) kemarin.

Sebagai organisasi advokat, KAI saat ini terus mengusung program digitalisasi. Salah satunya, program e-lawyer tersebut. Bagi yang mengantongi e-lawyer, semua informasi advokat terekam dalam database anggota KAI. Bagi masyarakat yang memerlukan bantuan hukum dapat memilih pendampingan seorang advokat dan dapat memilih spesialisasi bidang jasa hukum advokat sesuai kebutuhan. (Baca Juga: Ada Tren Penurunan Perkara e-Court Selama Pandemi)

Misalnya, melalui e-lawyer ini dapat terlihat profesionalitas seorang advokat; kasus apa yang yang pernah ditangani; serta kemampuan dan spesialisasi yang dimiliki seorang advokat. Kata lain, KAI telah memiliki program e-lawyer dan MA telah memiliki e-court. “Apa yang dilakukan MA, kami sudah mulai bangun. Kalau mendaftar menjadi anggota KAI itu diwajibkan mendaftar e-court. Emailnya pun harus sama sebagaimana yang dipersyaratkan di e-court.

Menurut Tjoetjoe, KAI telah siap betul mengintegrasikan database advokat dengan sistem e-court. Melalui integrasi database ini dapat melacak status keanggotaan seorang advokat dalam organisasi advokat. Bila seorang advokat berpindah organisasi, secara otomatis dapat terlacak. Begitupula ketika ada advokat yang meninggal misalnya, maka otomatis akun e-court miliknya di MA pun terhenti.

“Mudah-mudahan ke depan kiranya MA dapat bekerja sama menghubungkan dan mengintegrasikan database antara organisasi advokat (KAI, red) dengan MA,” harapnya.

“Bila terintegrasi antara database advokat dari organisasi advokat dengan e-court, MA tak perlu sosialisasi e-court ke advokat. Sebab ketika mendaftarkan sebagai anggota organisasi advokat otomatis terdaftar di e-court. Kami tawarkan kerja sama dan menyambut baik. Kami siap hadir untuk presentasi,” katanya.

Menanggapi permintaan kerja sama KAI ini, Sekretaris Mahkamah Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo merespon positif. Sejauh ini, MA terus mengembangkan e-court dan e-litigasi dengan berbagai perangkat dan instrumennya. Ke depan, kata Pudjo, advokat tak perlu ragu menggunakan layanan aplikasi e-court yang sudah diterapkan sejak 2018.

Dia mengakui MA merasakan kegundahan serupa seperti halnya KAI. Seperti adanya perubahan pada advokat yang pindah organisasi advokat, tapi data yang terekam di e-court masih berstatus organisasi advokat yang lama. Begitu pula data pengguna e-courtyang terdata masih dalam keadaan hidup, padahal telah meninggal. “Jadi memang perlu diintegrasikan, nanti akan kami lakukan itu,” ujarnya.

Karena itu, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu meminta agar ada sosialisasi e-court dan e-lawyer di lingkungan internal masing-masing. Dia mengaku sepanjang sosialisasi e-court di internal MA, tak pernah sekalipun ada narasumber dari profesi advokat. Yang pasti, Pudjo bakal siap menindaklanjuti soal integrasi database advokat pada organisasi advokat dengan e-court. “Saya siap selaku Sekma bekerja sama termasuk integrasi,” katanya.

Seperti diketahui, sejak 2018 aplikasi e-Court dluncurkan sebagai layanan administrasi perkara secara elektronik untuk perkara rumpun perdata yang ditandai terbitnya Perma No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik (e-court) yang terbit pada 13 Juli 2018. Layanan ini memungkinkan pihak berperkara mendaftarkan perkara dan membayarkan biaya perkara secara daring tanpa harus mendatangi pengadilan.

Layanan ini juga berlaku untuk pemanggilan pihak berperkara, sehingga jurusita pengadilan tidak harus mendatangi kediaman pihak berperkara untuk menyampaikan panggilan. Jurusita cukup mengirimkan relaas panggilan ke domisili elektronik pihak berperkara. Lalu pada 2019, MA meng-upgrade layanan e-Court, layanannya diperluas tidak hanya administrasi, tetapi juga persidangan daring melalui Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (e-litigasi).   

Layanan persidangan elektronik ini memungkinkan persidangan dengan agenda jawaban, replik, duplik, kesimpulan, dan pembacaan putusan dapat dilakukan secara daring. Kehadiran di pengadilan hanya pada saat persidangan tahap pembuktian.

Tags:

Berita Terkait