KAI Minta Komisi III DPR ‘Tegur’ MA
Utama

KAI Minta Komisi III DPR ‘Tegur’ MA

Sebagai alternatif, KAI mendorong Komisi III untuk melakukan legislatif review terhadap ketentuan dalam UU Advokat yang mengatur tentang wadah tunggal.

Rzk
Bacaan 2 Menit
KAI minta Komisi III DPR tegur MA. Foto: Sgp
KAI minta Komisi III DPR tegur MA. Foto: Sgp

Protes langsung sudah. Unjuk rasa yang sempat diwarnai kericuhan pun sudah. Namun, Kongres Advokat Indonesia (KAI) sepertinya merasa belum cukup puas menyuarakan  penolakan mereka terhadap substansi akta perdamaian yang ditandatangani bersama Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Gedung Mahkamah Agung, beberapa waktu lalu.

 

Substansi yang mereka protes adalah pencantuman nama Peradi sebagai wadah tunggal satu-satunya. Pencantuman itu dituding sepihak. Nama Peradi bahkan sempat dicoret, tetapi kemudian ditulis kembali. Masih dalam rangka protes, Selasa (27/7), KAI menyambangi Komisi III DPR.

 

Rombongan KAI yang datang memang KAI kubu Eggi Sudjana, bukan kubu Indra Sahnun Lubis. Sebagaimana diketahui, kepengurusan KAI kini memang terbelah menjadi dua. Namun, terkait keberatan atas pencantuman nama Peradi dalam akta perdamaian, mereka satu suara yakni menolak.

 

Kepada Komisi III, Eggi mengatakan MA telah melampaui kewenangannya karena menetapkan Peradi sebagai wadah tunggal advokat satu-satunya. Tindakan ini juga dinilai sebagai bentuk intervensi. “Mahkamah Agung telah melakukan suatu tindakan yang tidak agung,” ucap Eggi Sudjana, Plt Presiden DPP KAI.

 

Yang menjadi  masalah, kata Eggi, MA kemudian menerbitkan surat nomor 089 yang memerintahkan para ketua pengadilan tinggi untuk mengangkat sumpah advokat dari Peradi. Eggi menuding MA telah berpihak. Tidak hanya itu, MA juga dianggap telah melanggar hak asasi warga negara yang ingin berpraktik sebagai advokat. Menurut Eggi, “korban” dari surat 089 itu bukan hanya calon advokat KAI, tetapi juga advokat yang memegang kartu KAI.

 

Dia mencontohkan kasus di Nangroe Aceh Darussalam, dimana seorang anggota KAI ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan tindak pidana pemalsuan identitas. Makanya, Eggi berharap Komisi III “menegur” MA selaku mitra kerja terkait terbitnya surat 089. “Komisi III harus desak MA cabut surat 089, karena telah melanggar hak asasi para advokat yang tidak bisa berpraktik,” pinta Eggi.

 

Eggi menegaskan bahwa MA tidak memiliki dasar kewenangan apapun untuk menetapkan organisasi mana sebagai wadah tunggal. Hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan advokat Indonesia dengan mekanisme kongres. “Seolah-olah kita bawahan MA, padahal kita juga penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan lain-lain,” tukasnya.

 

Kolega Eggi, Teguh Samudera mengatakan MA telah melampaui kewenangannya terlalu jauh. Tindakan MA, ujar Teguh, telah mematikan hak keperdataan seseorang yang ingin berpraktik sebagai advokat. Daripada mengurusi advokat, Teguh menyarankan agar MA mengurusi masalahnya sendiri seperti tumpukan perkara, pelayanan publik, dan maraknya mafia peradilan.

 

“Komisi III tolong minta MA untuk memerintah kepala pengadilan tinggi mengambil sumpah (calon advokat KAI, red.), agar masyarakat miskin dapat bantuan hukum,” Teguh berharap.

 

Legislatif review

Sebagai alternatif, Teguh juga mendorong Komisi III untuk melakukan legislatif review terhadap ketentuan dalam UU Advokat yang mengatur tentang wadah tunggal. Caranya, dengan mengajukan RUU inisiatif DPR tentang perubahan atas UU Advokat. Teguh menyatakan KAI siap membantu menyiapkan naskah akademisnya. “Kami siap pasang badan,” tandasnya.

 

Melalui perubahan UU Advokat, Teguh berharap ide wadah tunggal ditanggalkan. Menurutnya, “Organisasi advokat tidak harus satu, ini nafas era reformasi. Kalau hanya satu, itu nafas orde baru”.

 

Teguh berpendapat advokat tidak membutuhkan wadah tunggal. Yang terpenting justru satu kode etik dan satu komisi pengawas. “Dengan begitu maka terwujud profesi advokat yang kredibel,” tambahnya.

 

Sejumlah anggota Komisi III mendukung usulan yang dilontarkan KAI. Menurut Ahmad Yani, Komisi III memang harus mengklarifikasi kepada MA terkait terbitnya surat 089. “Saya sudah berbicara dengan anggota lainnya yang juga berprofesi advokat, kita sepakat akan melakukan on the spot untuk meminta klarifikasi MA,” ujar Politisi PPP yang juga bidan terbentuknya KAI ini.

 

Dimyati Natakusumah juga mendukung rencana yang dilontarkan Yani. Dia bahkan usul gara kunjungan on the spot itu dilakukan sebelum masuk masa reses. “Agar masalahnya cepat selesai, tidak berlarut-larut,” desak Dimyati.

 

Prof Gayus Lumbuun mengapresiasi wacana revisi UU Advokat. Namun, Politisi PDIP yang juga masuk kepengurusan DPN Peradi ini memandang perlu dilakukan kajian lebih mendalam terlebih dahulu. “Jangan selalu salahkan undang-undang,” tegasnya.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua MA Harifin A Tumpa menegaskan tidak akan  melakukan revisi surat 089. Menurutnya, MA hanya memfasilitasi upaya perdamaian antar dua kubu organisasi yang berseteru. “Tidak ada ceritanya merevisi surat itu,” ujarnya.

 

Sementara, Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan selalu menjelaskan apa yang tertuang dalam akta perdamaian adalah hasil kesepakatan antara kedua belah pihak. Termasuk, soal pencantuman nama Peradi. Di luar itu, Otto berkomitmen akan mencarikan solusi terbaik untuk mengakomodir kepentingan calon advokat KAI.

Tags: