Kalangan Advokat Belum Mengajukan Konsep Pembangunan Hukum Nasional
Berita

Kalangan Advokat Belum Mengajukan Konsep Pembangunan Hukum Nasional

Banyak kalangan, khususnya LSM, tidak menyia-nyiakan ketika Badan Legislasi DPR meminta mereka memberikan masukan mengenai prioritas legislasi nasional. Sayangnya, kesempatan yang sama tidak dimanfaatkan secara baik oleh kalangan advokat.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Kalangan Advokat Belum Mengajukan Konsep Pembangunan Hukum Nasional
Hukumonline

Mengenai yang disebut terakhir, LBH APIK berpendapat Perkosaan merupakan kekhususan dari pasal 285 KUHP. Direktur LBH APIK Ratna Batara Munti menegaskan bahwa UU Perkosaan penting karena adanya keterbatasan rumusan dalam KUHP, dan adanya kesulitan pembuktian serta kendala sistem hukum dan sosial di masyarakat.

LBH Jakarta mengusulkan agar ada revisi terhadap UU Kepolisian dan mengkritik substansi dari RUU Intelijen. Sementara, ICEL dan Huma mengajukan usulan prioritas terhadap penyusunan perundang-undangan yang terkait dengan lingkungan dan sumber daya alam.

Demikian pula halnya dengan wakil dari Forum Rektor Komang Sukaharsana, menekankan realisasi pasal 53 UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait badan hukum pendidikan tinggi. Selain itu, ia juga meminta agar perlunya peran aktif dari pusat-pusat kajian di perguruan tinggi maupun universitas dalam rangka pengembangan hukum di Indonesia.

Sayangnya, tidak semua pihak yang diundang Baleg memanfaatkan kesempatan tersebut dengan baik. Dengan alasan mendapat undangan yang mendadak, Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) tidak menguraikan hal yang konkrit mengenai konsep pembangunan hukum nasional lima tahun ke depan.

Oleh karena kami diundang sangat mendadak, kami belum siap memberikan konsep tentang revisi undang-undang baik itu UU Advokat, baik itu RUU KUHAP ataupun KUHP, cetus wakil koordinator KKAI Indra Sahnun Lubis yang didampingi sekretaris KKAI Harry Ponto kepada hukumonline. Usai rapat, Ketua Baleg A.S. Hikam menyarankan agar KKAI membuat masukan secara tertulis dan disampaikan kemudian kepada sekretariat Baleg.

Senin kemarin (29/11) adalah kali yang kedua Badan Legislasi DPR mengundang berbagai komponen masyarakat mulai dari LSM, organisasi profesi, hingga lembaga pemerintah untuk mendapatkan masukan dalam rangka menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Perlu diketahui, Baleg merupakan alat kelengkapan DPR yang ditugaskan oleh UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk mengkoordinasikan penyusunan Prolegnas antara DPR dan pemerintah.

Sebelumnya, pada Kamis (25/11) Baleg mengundang lima lembaga yaitu Komisi Hukum Nasional (KHN), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Cetro, dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN).

Sedangkan kemarin, Baleg mengundang delapan lembaga yaitu Forum Rektor, LBH APIK, LBH Jakarta, Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Huma, Koalisi Kebijakan Partisipatif (KKP), Infid, dan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Lembaga-lembaga itu memberikan masukan mengenai undang-undang apa saja yang perlu diprioritaskan sesuai dengan bidang perhatian masing-masing.

LBH APIK misalnya, mengajukan usulan prioritas agenda pembahasan legislasi yang terkait dengan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak. Secara khusus, lembaga tersebut menyebutkan beberapa undang-undang yang perlu diprioritaskan dalam Prolegnas mendatang. Diantaranya, amandemen UU Perkawinan, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Perkosaan.

Tags: