Kasus Desa Fiktif Perlu Diusut Tuntas
Berita

Kasus Desa Fiktif Perlu Diusut Tuntas

ICW mencatat terdapat 252 kasus korupsi di desa sepanjang 2015–2018.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

“Modus-modus yang ditemukan diantaranya penyalahgunaan anggaran, laporan fiktif, penggelapan, penggelembungan anggaran, dan suap,” ujar Egi.

 

Selain itu, Kepala desa yang terjerat kasus korupsi di desa semakin banyak. Tercatat sedikitnya 214 kepala desa terjerat kasus korupsi. 15 kepala desa pada 2015, 61 kepala desa pada 2016, 66 kepala desa pada 2017, dan 89 kepala desa pada 2018. Total pada tahun 2015 – 2018, negara merugi Rp 107,7 miliar akibat korupsi anggaran desa.

 

Di samping itu, lanjut Egi dalam rilisnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI juga turut menemukan masalah dalam penyaluran dana desa. Melalui audit BPK, yakni Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2018, ditemukan bahwa penyaluran dana desa oleh pemerintah tidak berdasarkan data yang mutakhir. 

 

(Baca: Ragam Sebab Dana Desa Rawan Dikorupsi)

 

“Instansi yang berwenang seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Kementerian Keuangan, BPK, bahkan aparat penegak hukum harus segera turun tangan untuk memeriksa secara langsung dugaan desa fiktif. Langkah pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya mencakup desa-desa terindikasi fiktif yang namanya kadung tersebar di publik luas,” ujarnya.

 

Dalam hal pendataan, sambung Egi, semestinya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT bertanggungjawab. Verifikasi perihal data desa penting untuk dilakukan agar dana desa yang tersalurkan tak salah sasaran atau disalahgunakan. Menurutnya, masalah pendataan desa yang tak akurat di pemerintah daerah seharusnya bisa diatasi dengan pengawasan, pembinaan, dan sinergi antar instansi.

 

Kemudian, Kementerian Keuangan harus konsisten dengan pernyataannya untuk memperketat mekanisme pencairan. Apabila ditemukan penyelewengan terkait penyaluran dana desa, Kementerian Keuangan harus bertindak tegas dengan menghentikan kucuran dana. “Sanksi diberikan tidak hanya kepada desa yang menyeleweng, tetapi sanksi lain juga patut diberikan kepada aparat pemerintah di tingkat kabupaten/kota atau provinsi,” ujar Egi.

 

Selain itu, BPK harus serius dalam melakukan audit terhadap dugaan penyelewengan tersebut. Temuan-temuan baru harus lebih dalam dari temuan yang ada di audit-audit sebelumnya. Egi khawatir akhirnya publik berkesimpulan bahwa BPK tak berkompeten dan tak bekerja serius dalam mengawasi dana desa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait