Kejagung Klaim Kantongi Bukti Selain Rekaman Percakapan Setnov
Utama

Kejagung Klaim Kantongi Bukti Selain Rekaman Percakapan Setnov

Pertemuan antara Setnov dengan Riza dan Maroef tak ada dalam agenda resmi pimpinan DPR. Penyidik yakin tindakan Setnov tidak terkait dengan tugas dan wewenang sebagai anggota dewan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman. Foto: RES
Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman. Foto: RES
“Kami tidak pernah takut karena ada bukti dan fakta, bukan hanya rekaman,”. Kalimat itu meluncur dari bibir Jaksa Agung HM Prasetyo menanggapi cecaran anggota Komisi III DPR seputar penyelidikan terhadap kasus ‘papa minta saham’ di Gedung DPR, Selasa (19/1). Rapat kerja antara Jaksa Agung dengan Komisi III lebih didominasi seputar pertanyaan kasus Setnov, yakni unsur permufakatan jahat.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman berpandangan, alat kelengkapan dewan yang dipimpinnya memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum yang dilakukan Korps Adhiyaksa. Penggunaan kewenangan dalam penegakan hukum perlu diawasi agar tetap pada aturan dan hukum acara yang berlaku.

“Jelaskan detil apa alasan Kejagung sepertinya begitu ngotot memanggil Setnov. Padahal kita semua tahu kasus ini tidak hanya melibatkan Setnov, tetapi ada tokoh lain yang kuat. Konon Riza Chalid lebih kuat dari Setnov,” ujarnya.

Benny berpandangan, dalam kasus ‘papa minta saham’ Kejagung seolah tidak terlampau serius melakukan pemanggilan terhadap Riza Chalid. Sebaliknya, Kejagung cenderung lebih mengejar Setnov. Jaksa Agung mesti memberikan jawaban agar publik tidak menilai penanganan kasus tersebut kental dengan nuansa politik. Apalagi, Prasetyo merupakan mantan politisi Nasional Demokrat (Nasdem) yang partainya sebagai pendukung pemerintah.

Politisi Partai Demokrat itu menyarankan sepanjang Kejagung tidak memiliki alat bukti yang cukup, kasus Setnov sebaiknya dihentikan. Sebaliknya, bila penyidik Kejagung memiliki alat bukti yang cukup, kasus Setnov mesti dilanjutkan ke tingkat penyidikan. Kendati begitu, Jaksa Agung tetap diminta menjelaskan unsur permufakatan jahat.

Anggota Komisi III John Kennedy Aziz berpandangan, unsur permufakatan jahat dilakukan dua orang atau lebih. Bahkan, unsur permufakatan jahat tak dapat berdiri sendiri, namun mesti dikaitkan dengan delik asalnya. John mencoba menerka delik pasal yang dijadikan jeratan oleh penyidik Kejagung adalah suap dan pemerasan. Namun, kata John, dalam kasus tersebut belum adanya pemerasan, suap maupun kerugian negara. “Mohon ditinjau ulang,” imbuh politisi Golkar itu.

Anggota Komisi III lainnya, Sarifuddin Sudding mengatakan bahwa penyelidikan yang dilakukan penyidik Jampidsus Kejagung sejatinya dalam rangka mendapatkan alat bukti. Penyelidikan yang sudah mengantongi minimal dua alat bukti yang cukup dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sebaliknya, bila penyidik belum memiliki dua alat bukti, penyelidikan dapat dihentikan, meskipun tahap penyelidikan tidak adanya batasan waktu.

“Kalau sudah mendapatkan alat bukti yang cukup segera tetapkan tersangka. Kalau belum, maka hentikan supaya tidak menimbulkan kegaduhan,” ujar Sarifuddin.

Menanggapi beragam cecaran anggota dewan, Jaksa Agung mengatakan telah mengundang Setnov. Sayangnya Setnov tak memenuhi panggilan penyidik. Penyidik pun bakal melayangkan surat panggilan kedua. Harapannya, Setnov memenuhi panggilan penyidik sebagai warga negara dan pejabat negara yang taat hukum. Lagi pula, Setnov duduk di komisi hukum DPR.

Setelah melakukan pemeriksaan beberapa pihak untuk mendapatkan keterangan, penyidik mendapatkan informasi dari pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR. Infonya, pertemuan antara Setnov dengan Riza Chalid dan Maroef Sjamosoedin tak ada dalam agenda resmi pimpinan DPR. Terlebih, pertemuan tersebut tidak ada kaitannya dengan fungsi dan tugas Setnov sebagai anggota dewan.

“Kita berangkat dari pendekatan hukum dan bukti,” katanya.

Yang pasti, Prasetyo enggan membeberkan bukti apa saja selain rekaman percakapan. Terkait dengan permufakatan jahat, penyidik masih menduga. Makanya, penyidik dalam melakukan penyelidikan mengedepankan asas kehati-hatian. Prasetyo menampik lembaga yang dipimpinnya ngotot dan ngeyel dalam melakukan pemanggilan terhadap Setnov. Bahkan Prasetyo menepis tudingan tebang pilih dalam kasus ‘papa minta saham’.

“Kami dahulukan mana yang kami dahulukan, sama sekali tidak politik. Saya non partisan, sudah bukan politisi,” ujarnya.

Mantan Jampidum itu enggan memenuhi permintaan sejumlah anggota dewan terkait penyelidikan yang dilakukan lembaganya. Menurutnya, tak elok mennjelaskan upaya hukum di tingkat penyelidikan kepada pihak lain. Pasalnya, dimungkinkan bakal menggangu penyelidikan penanganan kasus tersebut. “Tapi percayalah kami melakukan ini tanpa dilandasi kepentingan apapun. Kami yakin bukti itu ada,” ujarnya.

Utamakan panggil Riza Chalid
Anggota Komisi III Junimart Girsang berpandangan, penyidik Kejagung mestinya mengutamakan pemanggilan terhadap Riza Chalid ketimbang Setya Novanto. Pasalnya, Riza Chalid dalam rekaman lebih dominan berbicara. Bahkan, kata Junimart, Riza lebih memahami anatomi dan isi pertemuan tersebut.

“Tetapi kita biarkan Kejagung melakukan penyelidikan terlebih dahulu,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Prasetyo menimpali. Menurutnya, pihaknya telah berulang kali memanggil Riza, bahkan menyambangi beberapa rumah milik Riza. Sayangnya, penyidik Kejagung tetap dengan tangan kosong. Prasetyo mengaku tidak mengetahui pasti keberadaan Riza. Namun info yang diterima, Riza sudah berada di luar negeri.

Menurut Prasetyo, terhadap pihak yang terlibat akan dimintai keterangan, tidak terkecuali Riza Chalid. Kejagung telah berkoordinasi dengan pihak Polri. Namun, penanganan kasus masih di tingkat penyelidikan, Kejagung tidak dapat menempuh upaya paksa. “Kalau sudah penyidikan dan ditetapkan tersangka, maka bisa di masukan ke Daftar Pencarian Orang (DPO) dan akan dimintakan ke Interpol untuk dapat dilakukan upaya paksa,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait