Kekalahan BP Migas Berkontrak Bukan Kekalahan Negara
Berita

Kekalahan BP Migas Berkontrak Bukan Kekalahan Negara

Keberadaan BP Migas penting untuk memitigasi tanggung jawab negara ketika terjadi gugatan ganti rugi.

ASh
Bacaan 2 Menit
Sidang pengujian UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Foto: Sgp
Sidang pengujian UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Foto: Sgp

Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana berpendapat dalam membuat perjanjian atau berkontrak, negara dapat bertindak dalam dua kapasitas, baik sebagai subyek hukum internasional maupun subyek hukum perdata. Hal itu ditentukan siapa pihak yang dihadapi dalam perjanjian.

“Dalam konteks hukum internasional, negara dapat membuat perjanjian dengan negara lain atau organisasi internasional, palang merah internasional. Jika pihak yang dihadapi adalah subyek hukum perdata, negara dianggap sebagai subyek hukum perdata dan tunduk hukum perikatan,” kata Hikmahanto saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas di gedung MK, Selasa (01/8).

Hikmahanto menegaskan pihak dalam kontrak kerja sama (KKS) minyak dan gas (Migas) adalah Badan Pelaksana (BP Migas) yang merupakan badan hukum milik negara. Statusnya adalah subyek hukum perdata. “Mitra BP Migas dalam kontrak kerja sama itu, umumnya perusahaan kontraktor domestik atau internasional yang merupakan kontrak bisnis internasional (perdata internasional), bukan hukum internasional (publik),” tegasnya.

Dia mengatakan ketika BP Migas berkontrak dengan mitranya dalam KKS akan ada pilihan-pilihan untuk menyelesaikan sengketa baik di pengadilan atau lembaga arbitrase dalam negeri atau luar negeri yang disepakati para pihak. Menurutnya, dalam hukum berkontrak kekalahan BP Migas tidak berarti kekalahan negara. Kekalahan BP Migas bermakna lembaga penyelesaian sengketa menganggap BP Migas cidera janji seperti dituduhkan mitranya.

Apabila BP Migas bersengketa di luar negeri melalui arbitrase dengan mitranya dan BP Migas kalah, ini tidak berarti kekalahan negara Indonesia dan terjadi perendahan martabat bangsa. “BP Migas dalam KKS bertindak sebagai subyek hukum perdata yang tidak membawa-bawa martabat bangsa,” kata ahli yang sengaja dihadirkan pemerintah ini.  

Ia menegaskan BP Migas sebagai wakil negara memiliki kedudukan yang berbeda dengan negara ketika berkontrak dengan perusahaan mitra. Tetapi, BP Migas tidak identik dengan negara, tetapi negara juga bisa digugat oleh perusahaan kontraktor ke lembaga penyelesaian yang disepakati para pihak.

Menurutnya, ide pembentukan BP Migas agar tanggung jawab negara ketika menanggung kerugian dibatasi pada aset-aset yang dimiliki BP Migas dan tidak terkonsolidasi dengan aset milik negara. Ketika BP Migas menanggung kerugian, kerugian hanya sampai aset yang dimilikinya, tidak bisa menyeret aset yang dimiliki negara. “Makanya, keberadaan BP Migas penting untuk memitigasi tanggung jawab negara ketika terjadi gugatan ganti rugi,” tegasnya.        

Tags: