Kelamnya Masa Depan Mantan Napi di Kancah Politik
Fokus

Kelamnya Masa Depan Mantan Napi di Kancah Politik

Masa lalu terpidana yang gelap harus memungkinkan dia mempunyai masa depan yang terang, karena masa depan yang terang, cerah dan membahagiakan adalah hak setiap manusia.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Ragam sikap hakim

Perkara yang diajukan Robertus ini memang baru memasuki sidang perdana, dengan agenda sidang pemeriksaan pendahuluan. Namun, berdasarkan catatan hukumonline, ada beberapa mantan narapidana yang juga pernah menguji persyaratan tersebut ke MK. Pada pertengahan 2007 lalu, Bakal Calon Bupati Takalar Sulawesi Selatan, Muhlis Matu mempersoalkan syarat belum pernah dipidana dengan ancaman lima tahun atau lebih ke MK.

 

Kuasa Hukum Matu, Januardi S Hariwibowo, mengatakan kliennya dibui karena melaksanakan adat setempat yang disebut dengan siri'. Matu melakukan tindak pidana demi membela martabat dan harga diri keluarga besarnya. Alasannya saudara kandung dari istri Matu dinodai oleh kakak ipar istri Matu. Bahkan pria itu mencoba memperkosa istri Matu. Keluarga besarnya memutuskan agar Matu mewakili keluarga melakukan pemenuhan Siri' terhadap sang pria. Karena tindakannya ini, selain dipenjara, Matu juga harus gigit jari karena tidak bisa maju menjadi Calon Bupati Takalar pasca menjalani masa hukuman.

 

Bersama Matu, ada tiga mantan narapidana lain yang ikut mengajukan permohonan serupa. Mereka adalah Henry Yosodiningrat (Granat), Budiman Sudjatmiko (PDIP, yang juga mantan aktivis PRD), dan Ahmad Taufik (wartawan Majalah Tempo). Tak tanggung-tanggung, mereka membawa persyaratan serupa yang terdapat dalam lima UU. Yakni, UU No 23/2003 tentang Pilpres, UU No. 24/2003 tentang MK, UU No. 5/2004 tentang MA, UU No. 32/2004 tentang Pemda dan  UU No. 15/2006 tentang BPK.

 

Terhadap permohonan tersebut, sebenarnya MK telah mengeluarkan sikapnya. Majelis Hakim Konstitusi yang kala itu masih dipimpin Jimly Asshiddiqie memutus dengan conditionally constitutional atau konstitusional bersyarat. Dalam putusannya, MK menyatakan syarat belum pernah dipidana dengan ancaman hukuman lima tahun tak berlaku bagi mantan narapidana politik dan pelaku tindak pidana yang berunsur kealpaan ringan.

 

Dalam hal demikian, sesungguhnya tidak terkandung unsur niat jahat (means rea). Jika ketentuan syarat ini dijadikan syarat moral maka tidak sejalan dengan tujuan dibuatnya syarat, ucap Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna kala itu. Henry Yosodiningrat yang dipidana karena menabrak seseorang akibat unsur kekuranghati-hatian atau kealpaan ringan dan Budiman Sudjatmiko yang mantan tahanan politik tentu bergembira. Bila masa depan kedua mantan napi itu sudah terlihat cerah, beda halnya dengan mantan napi yang lain. Masa depan mereka masih terlihat kelam.

 

Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar punya pendapat berbeda terhadap putusan ini. Ia lebih setuju bila syarat belum pernah dipidana itu dihapus sama sekali. Menurutnya, pada hakikatnya seseorang yang telah menjalani hukuman atas tindak pidana sama saja sudah mengalami proses penyucian kembali. Sudah selayaknya apabila tidak diberlakukan seumur hidup bersalah atau berdosa, ujarnya saat membacakan dissenting opinionnya.

 

Enam bulan pasca putusan ini, seorang mantan napi kembali mempersoalkan syarat belum pernah dipidana. Ketua DPC PKB Alir NTT Julius Daniel Elias Kaat mempersoalkan UU Pemilu Legislatif teranyar yang masih memuat syarat tersebut. Karena komposisi hakim konstitusi belum banyak berubah, perkara pun tetap diputus sama dengan perkara sebelumnya. Permohonan tetap dinyatakan conditionally constitutional.

Tags: