Kemendagri Usul Pilbup-Pilwalkot oleh DPRD
Berita

Kemendagri Usul Pilbup-Pilwalkot oleh DPRD

Banyak masalah yang muncul sejak dipilih langsung oleh masyarakat.

ASH
Bacaan 2 Menit
Kemendagri Usul Pilbup-Pilwalkot oleh DPRD
Hukumonline

Pemilihan bupati (pilbup) dan pemilihan walikota (pilwalkot) secara langsung selama ini dirasa berdampak buruk bagi penyelenggaraan pemerintahan. Mulai dari sering terjadi konflik horisontal antar pendukung pasangan calon, ongkos politiknya terlalu besar, hingga banyaknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tersandung kasus hukum.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengungkapkan hingga pertengahan September 2013 ini total jumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah bermasalah 304 orang. Angka itu melebihi perkiraan sebanyak 300 orang hingga akhir tahun ini. Sebelumnya, hingga akhir Mei 2013, tercatat sebanyak 293 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sudah terkena kasus.

”Sekarang sudah melebihi perkiraan. Mau diapakan data itu, mau dibiarkan atau kita perbaiki sistemnya?” kata Djohermansyah saat dihubungi, Jum’at (27/9).  

Djohermansyah menilai pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung merupakan salah satu sumber utama banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus hukum. Soalnya, sistem ini menguras biaya politik cukup besar untuk para kontestannya. Mulai dari ongkos kampanye, sewa kendaraan, tim sukses, dan sebagainya.

”Setelah menang Pemilukada, dia akan berusaha kembali modal kan, istilahnya begitu. Para sponsor juga ingin dapat kembali dari investasinya itu. Atau minta proyek, proses perizinan dimudahkan, dispensasi, akhirnya melanggar hukum. Itulah akar persoalan yang paling mendasar,” paparnya.

Negara melalui pemerintah daerah juga harus merogoh kocek cukup untuk penyelenggaraan Pemilukada langsung. Misalnya, Pemilukada di kabupaten/kota, dibutuhkan biaya sekitar Rp5 miliar per lokasi. ”Coba saja dikalikan 500 kabupaten/kota yang ada di negara kita!”

Dia mengakui Pemilukada langsung merupakan sistem ideal dalam negara demokrasi. Namun, penerapan sistem ini belum sesuai untuk kondisi masyarakat Indonesia yang pendapatan per kapita sekitar USD 3.500 sampai USD 3.800 per tahun. Lain hal dengan negara demokrasi yang ekonominya sudah maju dengan rata-rata pendapatan per kapita USD 15 ribu per tahun, pemilukada secara langsung bisa berjalan sesuai harapan.

Tags: