Kementerian Perdagangan Bukan Pelaku Usaha
Berita

Kementerian Perdagangan Bukan Pelaku Usaha

Menteri dan Dirjen bukanlah subjek dari UU Anti Monopoli

HRS
Bacaan 2 Menit
Kementerian Perdagangan Bukan Pelaku Usaha
Hukumonline

Menteri Perdagangan Indonesia dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indonesia menolak untuk ditetapkan sebagai terlapor oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam perkara kartel bawang putih, Senin (19/8).

Laksminingsih, kuasa hukum Menteri Perdagangan dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, mengatakan kedua terlapor bukanlah subjek dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktik Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Ketentuan yang tercantum dalam UU Anti Monopoli telah mengatur secara limitatif siapa saja yang dapat disebut sebagai pelaku praktik curang ini.

Sebanyak 24 pasal dimulai dari Pasal 4 hingga Pasal 28 UU Anti Monopoli hanya menyebutkan pelaku usaha sebagai subjek pelanggaran dari UU Anti Monopoli. Sedangkan frasa pihak lain yang tercantum dalam pasal 24 UU Anti Monopoli tetap diartikan sebagai pelaku usaha. Hal ini merujuk pada Pasal 1 angka 8 bahwa pelaku persekongkolan adalah pelaku usaha dengan pelaku usaha lain.

Menteri Perdagangan adalah bagian dari pemerintah, tepatnya salah satu pejabat negara. Hal ini merujuk pada Pasal 7 dan Pasal 22 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Begitu juga dengan Pasal 245, 246, dan 247 Peraturan Presiden No.24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara.

Begitu juga dengan kedudukan hukum dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri.  Dirjen adalah salah satu unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perdagangan. Landasannya adalah Pasal 257 Perpres No. 24 Tahun 2010. Dirjen hanya bertugas sebagai perumus kebijakan perdagangan luar negeri, pelaksanaan, norma, standar, prosedur, dan kriteria perdagangan luar negeri.

“Berdasarkan ketentuan tersebut, Dirjen Perdangan Luar Negeri dan Menteri Perdagangan tidak dapat jadi subjek terlapor,” ucap Laksminingsihdi gedung KPPU, Senin (19/8).

Selain tidak menjadi subjek dari UU Anti Monopoli, Laksmini mengingatkan KPPU juga tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan pemerintah sebagai terlapor. Pasal 35 UU Anti Monopoli mengamanatkan apabila terjadi praktik monopoli lantaran kebijakan pemerintah, KPPU seharusnya menyampaikan saran terhadap kebijakan-kebijakan yang dimaksud untuk mencari solusi terbaik demi mencegah praktik monopoli.

Terkait dengan proses perizinan impor produk holtikultura, Menteri Perdagangan hanya merupakan bagian dari proses perizinan. Menteri Perdagangan berwenang menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) Holtikultura kepada para importir yang telah mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. RIPH ini harus telah ditandatangani oleh Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian atas nama Menteri Pertanian.

Kemudian, para importir terdaftar yang telah mendapat RIPH dan SPI bisa mengajukan permohonan surat persetujuan pengambilan barang (SPPB) kepada bea dan cukai dengan menunjukkan spi dan riph serta dokumen lainnya. “Jelas, bahwa bisnis proses perizinan impor, posisi Kementerian Perdagangan hanya salah satu instansi pemerintah yang terlibat dalam perizinan dimaksud,” pungkasnya.

Sementara itu, CV Mekar Jaya yang ditarik sebagai Terlapor IV juga menolak secara tegas dalil-dalil Laporan Dugaan Pelanggaran Tim Investigator KPPU. Mekar Jaya  tidak pernah membuat atau mengatur hargakarena perusahaan ini menyatakan tidak terafiliasi dengan pengusaha lain sebagaimana yang dituding tim investigator.“Kami tidak bersekongkol sama sekali. Kami tidak istimewa,” tutur kuasa hukum Mekar Jaya,Michael Koesoema.

Mekar Jaya hanya melakukan impor sampai 22 Januari 2013 dan selebihnya mengedarkannya kepada para distributor. Terlapor IV ini menyebut tim investigator telah mengabaikan terbitnya RIPH Kedua Mekar Jaya. Perusahaan baru dapat RIPH pada 4 Maret 2013 dan baru dapat SPI pada 11 Maret 2013. Sehingga, tidak benar jika Mekar Jaya mendapatkan perpanjangan SPI tanpa sesuai dengan RIPH.

Mekar Jaya, sambung Micahael, tidak memiliki kontribusi atau kewenangan jika terjadi diskriminasi dalam terbitnya SPI. Menurutnya, hal itu adalah kewenangan Kementerian Perdagangan. Jika memang terjadi, seharusnya ada kerugian yang timbul dari para pelaku usaha. “Jika memang ada, mengapa tidak diungkap di LDP atau ini hanya dugaan para investigator saja,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait