Kendala Diversi bagi Anak Berkonflik dengan Hukum dalam Perkara Narkotika
Kolom

Kendala Diversi bagi Anak Berkonflik dengan Hukum dalam Perkara Narkotika

Perlu ada upaya penyamaan persepsi di kalangan penegak hukum terkait implementasi UU Narkotika yang berkaitan dengan anak sebagai terdakwa.

Bacaan 3 Menit
Catur Alfath Satriya. Foto: Istimewa
Catur Alfath Satriya. Foto: Istimewa

Salah satu pranata yang dibentuk untuk mendorong penyelesaian masalah dengan pendekatan restorative justice adalah diversi dalam perkara anak. Pranata diversi lahir dari pemahaman bahwa anak masih memiliki masa depan yang panjang. Oleh sebab itu, pendekatan hukuman terhadap anak adalah untuk mendidik anak tersebut alih-alih memberikan efek jera.

Awalnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU PA) belum mengatur diversi. Selanjutnya diversi baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Hadirnya UU SPPA sebagai pengganti UU PA disebabkan Indonesia sudah meratifikasi dan menjadi pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). UU PA otomatis menjadi tidak relevan lagi sehingga harus disesuaikan.

Black Law Dictionary menjelaskan diversi adalah bentuk pengalihan proses yang hanya dilakukan pada tahap praajudikasi dalam sistem peradilan pidana. Berdasarkan definisi tersebut, proses diversi terkesan hanya berlaku ketika suatu perkara masih berada di tangan kepolisian.

Baca juga:

Namun, Kenneth Davis dan Aronson menjelaskan diversi pada dasarnya adalah diskresi atau kebebasan yang dimiliki oleh petugas bidang administrasi pemerintahan—dalam hal ini polisi, jaksa, dan hakim—dalam menginterpretasikan undang-undang, penggunaan kewenangan, dan pilihan tindakan dari penegak hukum. Contoh yang ada dari berbagai negara menunjukkan bahwa upaya diversi yang berkaitan dengan anak pada prinsipnya bertujuan untuk: (1) menghindari penahanan, (2) menghindari cap/label sebagai penjahat, (3) memajukan intervensi-intervensi yang dibutuhkan korban dan pelaku tanpa melalui proses formal, (4) menghindari anak mengikuti proses peradilan pidana dalam rangka menghindari pengaruh dan implikasi negatif dari proses tersebut.

Sementara itu, UU SPPA mendefinisikan diversi sebagai pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Proses diversi ini dilakukan di setiap tahap mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan. Pasal 6 UU SPPA menyebutkan lima tujuan diversi yaitu: (1) mencapai perdamaian antara korban dan anak, (2) menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, (3) menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, (4) mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, (5) menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

UU SPPA mengatur prosedur formil diversi hanya diberlakukan kepada anak pelaku yang telah berusia 12 tahun sampai dengan 17 tahun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait