Kendala Penyelesaian Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online dan KDRT
Catahu LBH Apik 2021

Kendala Penyelesaian Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online dan KDRT

Tahun 2021 LBH Apik Jakarta menerima 1.321 pengaduan, jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya 1.178 (2020), dan 794 (2019). Kasus paling banyak diadukan terkait kekerasan berbasis gender online (KBGO) 489 kasus dan kekerasan rumah tangga (KDRT) 374 kasus.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Kendala lain yang dihadapi dalam penanganan KBGO yakni aparat penegak hukum belum memahami kasus KBGO, belum semua lembaga bantuan hukum punya pengetahuan dalam mendampingi kasus KBGO, sarana dan prasarana di aparat penegak hukum yang belum memadai, dan kasus ini harusnya ditangani unit PPA.

“Ada juga tantangan yang sifatnya kultur, misalnya lingkungan masih menyalahkan korban, stigma, dan minimnya lembaga layanan yang fokus untuk keamanan digital,” bebernya.

Sedangkan, kasus KDRT menempati urutan kedua paling banyak diadukan ke LBH Apik Jakarta. Uli menjelaskan dari 374 kasus yang diadukan tahun 2021 meliputi berbagai bentuk kekerasan seperti fisik, psikis, ekonomi dan seksual. Umumnya bentuk KDRT tidak tunggal, tapi saling berkaitan. Bentuk kekerasan yang satu selalu disertai dengan bentuk kekerasan yang lain, seperti kekerasan fisik disertai kekerasan psikis atau bahkan bisa terjadi empat bentuk KDRT dalam satu kasus.

“Bentuk KDRT psikis paling banyak diadukan, sekaligus menjadi bentuk KDRT yang paling sulit untuk ditindaklanjuti secara hukum,” keluhnya.

Uli mengungkapkan pada masa pandemi Covid-19 ini penanganan pengaduan kasus KDRT juga mengalami kendala karena kebijakan PPKM, sehingga prosesnya menjadi lebih panjang dan lama. Kepolisian belum menyediakan alternatif pelaporan dan proses kasus secara daring. Pandemi Covid-19 malah membuat korban ketakutan untuk keluar rumah dan rentan terpapar Covid-19.

“Pembuktian juga masih dibebankan kepada korban, hasil visum et psikiatrikum sangat lama, dan aparat juga meminta saksi yang melihat peristiwa secara langsung,” paparnya.  

Uli berharap aparat penegak hukum memiliki perspektif yang berpihak pada korban dan tidak menolak serta menakut-nakuti korban saat mencari keadilan. Lembaga pemerintah pun mengawasi dan mendukung penyelesaian kasus yang terjadi. Terakhir, RUU PKS atau RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) harus segera disahkan. (Baca Juga: Advokat Tangani Kasus KDRT, Ini Saran LBH Apik)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait