Kesungguhan Kejaksaan Menerapkan Keadilan Restoratif
Terbaru

Kesungguhan Kejaksaan Menerapkan Keadilan Restoratif

Selain menerbitkan aturan dan implementasi di lapangan, Kejaksaan mewujudkan sarana berupa Rumah Restorative Justice di 9 wilayah Kejaksaan Tinggi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kegigihan Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum dalam menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) terus terlihat. Setelah menerbitkan Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dalam kurun waktu satu tahun sebanyak 821 perkara ditangani dengan mengedepankan keadilan restoratif. Teranyar, Kejaksaan meluncurkan 31 Rumah Restorative Justice di sembilan wilayah Kejaksaan Tinggi.

“Kita dapat melihat kesungguhan dari Kejaksaan yang benar-benar menerapkan restorative justice sebagai solusi mencari keadilan,” ujar Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad melalui keterangan tertulis, Kamis (17/3/2022).

Menurutnya, langkah korps adhyaksa menerapkan keadilan restoratif mulai berjalan, khususnya terhadap perkara-perkara pidana kategori ringan. Baginya, sikap dan kebijakan Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berdampak positif terhadap ekosistem penegakan hukum.

Suparji mengatakan prinsipnya mendukung penuh kebijakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Terlebih dengan didirikannya 31 Rumah Restorative Justice di sembilan wilayah Kejaksaan Tinggi di Indonesia. Melalui rumah restorative justice diharapkan dapat terciptanya penyelesaian perkara-perkara pidana yang memang tak perlu dibawa ke pengadilan.

Baca:

Dengan begitu dengan adanya rumah restorative justice nantinya dapat tercipta kedamaian dan harmonisasi di tengah masyarakat. Menurutnya, sebagaimana filosofi pendirian rumah restorative justice sebagai tempat yang mampu memberikan rasa aman, nyaman dan tempat semua orang berkumpul dan mencari solusi atas permasalahan perkara pidana ringan.

“Kita berharap sesuai dengan filosofinya, rumah restorative justice ini mempermudah masyarakat yang ingin menyelesaikan perkaranya tanpa harus ke pengadilan. Jadi begitu keluar rumah, kondisinya sudah tenang,” kata dia.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) itu juga berharap keberadaan rumah restorative justice terus digalakkan di berbagai daerah. Bahkan bila perlu hingga pelosok-pelosok nusantara. Menurutnya, selain masyarakat dapat menerima manfaat secara langsung dari restorative justice, warga pun bisa teredukasi hukum secara tidak langsung.

Seperti penerima manfaat tak hanya pihak yang bersengketa atau berperkara, tapi masyarakat secara umum menjadi teredukasi bahwa tidak selalu persoalan harus dibawa ke meja hijau. Sementara kalangan praktisi, akademisi dan penegak hukum harus bersinergi mengedukasi masyarakat pentingnya penegakan hukum yang mengedepankan kemanusiaan dan kemanfaatan. “Bukan lagi berfokus pada balas dendam,” katanya.

Terpisan, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) Prof Indriyanto Seno Aji berpandangan penerapan keadilan restoratif yang dilakukan Kejaksaan mengubah cara pandang dari keadilan retributif. Kebijakan pembangunan nasional dalam kerangka integrasi penegakan hukum pidana antara lain dengan penerapan keadilan restoratif.

Menurutnya, kebijakan pembangunan nasional dalam rangka integrasi penegakan hukum pidana tak lepas dari Peraturan Presiden No.18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2020-2024. Prof Indriyanto mengatakan dalam lampiran beleid tersebut disebutkan perlunya perbaikan sistem hukum pidana dengan keadilan restoratif.

Dengan adanya Perja 15/2020 yang mengakomodir komponen-komponen dari konvensi internasional. Seperti tersirat penerapan metode economic analysis of law serta mengakomodir United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003. Dia pun mendukung penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara oleh Kejaksaan.

“Saya apresiasi penerapan keadilan restoratif dalam Perja 15/2020,” ujar anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan pendekatan restorative justice dalam penanganan perkara terus dilakukan dengan mengedepankan perdamaian sebagai pola-pola dalam penerapan hukum yang lebih tidak pada pembalasan atau retributif. Seperti dengan meluncurkan rumah restorative justice di sembilan wilayah Kejaksaan Tinggi.

“Kegiatan ini merupakan sebuah manifestasi bukti keseriusan kita dalam menjalankan salah satu fokus pembangunan hukum di Indonesia,” ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin secara virtual, Rabu (16/3/2022) kemarin.

Pembangunan hukum dengan mengimplementasikan restorative justice sebagaimana diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Arah kebijakan dan strategi bagian penegakan hukum nasional ditujukan pada perbaikan sistem hukum pidana dan perdata, yang strateginya secara spesifik berkaitan dengan penerapan keadilan restoratif.

Baginya, keadilan restoratif menjadi alternatif penyelesaian perkara pidana. Yang membedakan dari penyelesaian perkara adanya pemulihan keadaan kembali pada keadaan sebelum terjadinya tindak pidana. Karenanya konsep keadilan restoratif menjadi konsekuensi logis dari asas ultimum remedium dan pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas, serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan.

Karena itu, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dalam upaya memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain. Menurutnya, konsep keadilan restoratif ditujukan untuk memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat. Dengan begitu jaksa sebagai pemegang asas dominus litis harus mengedepankan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula. Atau tidak lagi menitikberatkan pada pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang (pidana penjara).

“Perdamaian melalui pendekatan keadilan restoratif merupakan perdamaian hakiki yang menjadi tujuan utama dalam hukum adat, sehingga sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sangat mengutamakan kedamaian, harmoni, dan keseimbangan kosmis,” kata dia.

Burhanuddin mengatakan terdapat 31 rumah restorative justice yang bakal diluncurkan di sembilan wilayah yakni wilayah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi Aceh, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, dan Kejaksaan Tinggi Banten.

Dia berharap rumah restorative justice menjadi pilot project yang nantinya dapat ditiru dan dikembangkan di wilayah lain. Dengan begitu, rumah restorative justice dapat menjadi rujukan penegak hukum dalam mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses penyelesaian perkara pidana ringan khususnya.

Tags:

Berita Terkait