Ketentuan Soal Perizinan Paling Dominan dalam Pembahasan Omnibus Law
Utama

Ketentuan Soal Perizinan Paling Dominan dalam Pembahasan Omnibus Law

Kurang lebih terdapat 700 pasal dari 52 undang-undang yang mengatur tentang perizinan yang akan diintegrasikan dalam omnibus law.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Ia juga mempertanyakan keberadaan pelaksana peraturan yang sering kali mengabaikan aturan yang telah ada. Dunia usaha sering menemukan banyak contoh yang menunjukan bahwa pemerintah sendiri kerap melanggar aturan. “Banyak pelaksana di lapangan yang menghambat. Sanksinya apa buat mereka? Jadi bukan hanya sanksi kepada pelaku usaha, tapi juga ke pelaksana dari regulasi,” tegasnya.

 

Sementara, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Herman Juwono, mengungkapkan sikap KADIN menyambut baik langkah pemerintah terkait Omnibus Law. Menurutnya, KADIN mendukung penuh langkah Pemerintah tersebut. Namun sebagai mitra, ia menyampaikan pertanyaan yang banyak disampaikan oleh pelaku usaha terkait insentif yang diterima pelaku usaha dari adanya Omnibus Law.

 

Menurut Herman, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi seperti saat ini, ditambah target realisasi pendapatan negara dari pajak sebesar 15 sampai 20 persen sangat memberatkan pelaku usaha. Padahal saat ini inflasi sudah di angka 5-6 persen.

 

“Kemudian ditambah yang lain jadi 8 persen. Kalau 8 (inflasi) persen kok mau (target pajak) 15 persen. Apa lagi didasarkan bukan atas realisasi tapi proyeksi tahun sebelumnya yang memang tidak terealisasi,” ungkap Herman.

 

Untuk itu ia menyebutkan sejumlah komponen relaksasi yang bisa diperhatikan oleh pemerintah. “Ada penurunan tarif PPH. Lebih banyak lagi di bidang go public sampai akhirnya dalam 7 tahun turun 17 persen seperti Singapura. Kemudian relaksasi di bidang PPN yang selama ini pengusaha PKP itu memberi tapi tidak bisa memperoleh PPN masukan, itu sangat besar pengaruhnya dalam peningkatan laporan omset. Juga tadi rezim worldwide menjadi teritory, kemudian pajak deviden, kemudian juga mengenai subjek pajak luar negari,” ungkap pria yang juga merupakan Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi) ini.

 

Tags:

Berita Terkait