Ketika Wanprestasi Leasing Kendaraan Berujung ke MK
Berita

Ketika Wanprestasi Leasing Kendaraan Berujung ke MK

Pemohon lebih banyak mengurai kasus konkrit. Pemohon diminta memperbaiki sistematika permohonan agar menjadi jelas kerugian konsitusional dan pertentangan normanya.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Padahal, kata Suri, putusan PN Jakarta Selatan tersebut lebih tinggi daripada UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dengan demikian, Suri pun berpendapat tidak ada alasan paksa yuridis apapun bagi pihak PT ASF untuk melakukan tindakan paksa termasuk atas dasar Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia.

 

“Sesuai hasil keputusan pengadilan itu, pihak PT ASF tidak bisa mengambil mobil. Namun kenyataannya, tetap mengambil paksa. Jadi, akibat Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia, kami merasa dirugikan hak konstitusionalnya. Kita meminta kepada Mahkamah agar pasal itu bertentangan dengan UUD 1945,” kata Suri. Baca Juga: Ini PR Besar Revisi UU Jaminan Fidusia

 

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Panel I Dewa Gede Palguna yang didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih sebagai anggota, menganggap ada ketidakjelasan kerugian konstitusional yang disampaikan Pemohon. Palguna menilai permohonan ini lebih banyak menjabarkan kasus konkrit yang dialami para Pemohon.

 

Karena itu, Palguna mengingatkan para Pemohon agar memahami syarat tertentu atas hal-hal yang termasuk dalam kategori kerugian konstitusonal. “Jadi, kenapa pasalnya bertentangan? Anda harus fokus pada pasal yang diujikan itu dengan menguraikan kerugian konstitusional akibat berlakunya pasal a quo dengan UUD 1945. Kenapa bertentangan?” kata Palguna.

 

Anggota Majelis Panel, Enny Nurbaningsih menyarankan para Pemohon melihat dan mempelajari sistematika permohonan yang lazim di MK. Menurut Enny, permohonan ini sulit dipahami, sehingga Mahkamah mengalami ketidakmengertian hal yang dimaksudkan (diminta) Pemohon.

 

"Perbaiki sistematika kelaziman mengajukan permohonan di MK dan kedudukan hukum Pemohon. Jika tidak jelas, kita tidak akan bisa masuk ke pokok permohonan. Jadi, hak konstitusional apa yang diberikan UU a quo, kemudian terlanggar?” saran Enny.

Tags:

Berita Terkait