Ketua MA: Sinergi Kampus dengan Peradilan Perlu Terus Dibangun
Terbaru

Ketua MA: Sinergi Kampus dengan Peradilan Perlu Terus Dibangun

Syarifuddin memandang sinergi antara praktik peradilan dengan pihak kampus penting agar dunia pendidikan tidak ketinggalan oleh perkembangan praktik peradilan. Sebaliknya, dunia peradilan juga tidak keluar dari bingkai akademik.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Prof M. Syarifuddin saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Andalas Padang, Kamis (1/9/2022). Foto: Humas MA
Ketua MA Prof M. Syarifuddin saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Andalas Padang, Kamis (1/9/2022). Foto: Humas MA

Perkembangan isu hukum yang menimbulkan polemik di masyarakat seringkali tidak dibarengi dengan regulasi yang memadai. Padahal, kebutuhan hukum di era teknologi dewasa ini terus bergerak cepat. Untuk itu, dunia pendidikan tinggi hukum harus dapat beradaptasi agar tidak ‘ketinggalan zaman’ seputar masalah hukum yang terjadi termasuk dalam lingkup dunia peradilan.

“Perkembangan praktik dunia peradilan saat ini berjalan dengan sangat cepat, bahkan kadang tidak mampu diikuti oleh regulasi dan teori-teori hukum yang diajarkan di kampus. Saya memandang perlu ada sinergi antara peradilan dengan pihak kampus agar dunia pendidikan tidak ketinggalan dengan perkembangan praktik peradilan. Sebaliknya, dunia peradilan juga tidak keluar dari bingkai akademik,” ujar Ketua Mahkamah Agung (MA) RI Prof M. Syarifuddin dalam kuliah umum di Universitas Andalas Padang, Kamis (1/9/2022) kemarin, sebagaimana dikutip dari situs resmi MA RI.

Dalam pemaparan materinya berjudul “Modernisasi Peradilan, Menuju Sistem Peradilan Pidana Terpadu Secara Elektronik”, Ketua MA menyampaikan dalam praktik peradilan yang tengah dikembangkan oleh MA bersama lembaga penegak hukum lain ialah terkait konsep peradilan pidana terpadu dengan memanfaatkan teknologi elektronik.

Baca Juga:

Untuk itu, sinergi lembaga peradilan dengan Fakultas Hukum Universitas sudah sepatutnya terus dibangun agar tidak ada lagi pemisah antara keduanya. Terlebih, praktik peradilan dengan kampus memiliki ‘siklus’ yang terhubung satu sama lain. Dimana peradilan dalam praktiknya tentu membutuhkan referensi dari buah pemikiran kalangan akademisi. Di sisi lain, produk-produk pengadilan juga diperlukan kampus menjadi bahan kajian dan penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

“Perlu diketahui bersama, peradilan elektronik sesungguhnya telah dicita-citakan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. Jika kita merujuk pada road map yang tertuang dalam Cetak Biru tersebut. Tahun 2021 lalu seharusnya baru memasuki tahapan penyusunan regulasi payung bagi berlakunya sistem peradilan pidana elektronik. Namun akibat desakan pandemi yang muncul di awal tahun 2020, maka penyusunan regulasi dan implementasinya menjadi dipercepat, hal itu dilakukan untuk tindakan darurat guna menyelamatkan aparatur peradilan dan para pencari keadilan dari bahaya penularan Covid-19,” kata Syarifuddin.

Ia mengatakan modernisasi peradilan akan lebih giat dilakukan MA. Usai memberlakukan Sistem Peradilan Pidana Elektronik berdasarkan Perma No.4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik, kini MA tengah melanjutkan tahap berikutnya yakni pembangunan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Secara Elektronik. Sistem tersebut akan memungkinkan pelimpahan serta penggunaan berkas perkara secara elektronik dan bukan hanya proses pemeriksaan di persidangan secara elektronik.

“Semua itu untuk memberi pelayanan hukum yang cepat dan berkualitas kepada para pencari keadilan, karena pelayanan hukum dalam proses peradilan tidak hanya ditentukan oleh hasil akhir dari apa yang diputuskan pengadilan. Yang tidak kalah penting bagaimana para pencari keadilan bisa mendapat pelayanan yang cepat dalam setiap tahapan yang dijalaninya sesuai adagium yang berbunyi justice delayed is justice denied atau keterlambatan dalam memberikan keadilan merupakan bentuk lain dari sebuah ketidakadilan.”

Tags:

Berita Terkait