Ketua MA, Dari Kusumah Atmadja Hingga Harifin A. Tumpa
Berita

Ketua MA, Dari Kusumah Atmadja Hingga Harifin A. Tumpa

Mulai dari intervensi eksekutif sampai keterlibatan lembaga donor internasional.

IHW/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Meski demikian, sebenarnya posisi kekuasaan kehakiman di rezim kepimpinan Soeharto ini belum sepenuhnya pulih. Kekuasaan kehakiman saat itu berada di bawah dua atap. wewenang yudisial tetap berada di Mahkamah Agung (MA), tapi wewenang administrasi, organisasi, dan finansial, ada pada pemerintah (eksekutif).

 

Oemar Seno Adji menggantikan posisi Soebekti pada 1974-1981. Sebelumnya, Oemar menjabat sebagai Menteri Kehakiman pada 1966-1974. Masuknya Oemar seolah menjadi ‘sejarah baru' bagi MA. Ia adalah orang ‘pemerintah' yang duduk sebagai Ketua MA. Muncul pandangan miring dimana setelah Oemar, ada kesan bahwa Ketua MA selanjutnya pasti harus berasal dari mantan Menteri Kehakiman. Buktinya, Ketua MA periode berikutnya, yakni Moedjono dan Ali Said, adalah juga mantan Menteri Kehakiman.

 

Bustanul Arifin sempat mengkritik kepemimpinan Oemar. Menurutnya, guru besar Universitas Indonesia ini lebih sering menghadiri seminar dan forum ilmiah lain ketimbang menjadi majelis hakim. Pada masa Oemar ini, jumlah hakim agung bertambah menjadi 17 orang dari sebelumnya yang hanya 7 orang. Tiga orang di antaranya berasal dari ABRI. Nah sejak masa Oemar inilah, lanjut Bustanul, mulai banyak tunggakan perkara.

 

Pada masa Oemar, terbit Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1 Tahun 1980 tentang Peninjauan Kembali (PK) putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Perma ini lahir karena kasus salah tangkap dan mengadili dalam perkara Sengkon-Karta. Menurut pengajar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji –putra dari Oemar- lembaga PK ini adalah terobosan MA dalam menerapkan hukum secara in concreto. UU No 8 Tahun 1981 yang lebih dikenal dengan KUHAP kemudian memuat ketentuan PK ini sebagai upaya hukum luar biasa.

 

Pengganti Oemar adalah Mudjono (Februari 1981-April 1984). Selain pernah menjabat Menteri Kehakiman, Mudjono juga berlatar belakang militer dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal.  Pompe menyebut era Mudjono sebagai puncak perubahan MA menjadi lebih birokratis dan hirarkis. Mudjono menambah jumlah hakim menjadi 51 orang. Selain itu, ia membuat jabatan Ketua Muda.

 

Ketika masih menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Mudjono sempat melontarkan ide mengubah nama Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan Perundang-undangan. Usulan itu semata untuk menyatukan kekuasaan kehakiman di bawah satu atap. Namun ketika menjabat Ketua MA, Mudjono tak mau lagi mengungkit ide itu. "Nanti saya dikira orang rakus, sebagai Ketua Mahkamah Agung ingin mengangkangi kekuasaan itu seorang diri," kata Mudjono kala itu.

 

Ali Said adalah orang militer kedua yang menjadi Ketua MA setelah Mudjono. Pangkat terakhirnya juga Letnan Jenderal. Ali menjabat sebagai Ketua MA sejak 1984 hingga 1992. Sebelumnya Ali juga pernah menjadi Jaksa Agung (1973-1981).

Tags: