Ketua MA, Dari Kusumah Atmadja Hingga Harifin A. Tumpa
Berita

Ketua MA, Dari Kusumah Atmadja Hingga Harifin A. Tumpa

Mulai dari intervensi eksekutif sampai keterlibatan lembaga donor internasional.

IHW/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Pada era kepimpinannya sebagai Ketua MA, Ali menandatangani Surat Keputusan Bersama dengan Menteri Agama tentang Penunjukan Pelaksana Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi. Karya dari pelaksana proyek ini adalah Kompilasi Hukum Islam yang digunakan sebagai hukum materiil di Pengadilan Agama.

 

Kontroversi yang pernah terjadi adalah ketika Ali –yang masih menjabat sebagai Ketua MA- menjadi anggota MPR pada 1988. Alhasil, sebagai Ketua MA Ali mengambil sumpah anggota MPR yang jumlahnya hampir seribu orang itu. Beberapa hari berselang, giliran Ali –sebagai anggota MPR- yang diambil sumpah oleh Ketua MPR. Setelah pensiun dari MA, Ali menjadi Ketua Komnas HAM (1993-1998).

 

Pengganti Ali Said adalah Purwoto Gandasubrata. Ia menjabat sebagai Ketua MA sejak 1992 sampai 1994. Salah satu produk dari kepemimpinan Purwoto adalah Perma No 1 Tahun 1993 tentang Uji Materiil. Sesuai dengan UU 14/1970 yang diperbaharui dengan UU No. 14 Tahun 1985, MA memiliki kewenangan menguji secara materiil semua peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Namun demikian, berdasarkan catatan Kedubes Amerika Serikat di Jakarta Perma itu belum pernah dipakai hingga 1997.

 

Selepas Purwoto, kepimpinan MA dipegang Soerjono (1994-1996). Salah satu kasus yang mencuat di masa kepemimpinannya adalah seputar usulan pemberhentian hakim agung yang lain, Adi Andojo Soetjipto. Soerjono malah sudah mengirim surat kepada Presiden Soeharto untuk memecat Adi Andojo.

 

Adi dianggap melakukan perbuatan tidak patut dengan mengirim surat rahasia kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang meminta agar kejaksaan melakukan Peninjauan Kembali dalam kasus Gandhi Memorial School. Di dalam suratnya Adi membeberkan sejumlah dugaan kolusi antara pihak pengacara dengan majelis hakim agung di tingkat kasasi. Beruntung bagi Adi. Ia bisa menuntaskan pengabdiannya di MA sampai pensiun.

 

Era Menjelang sampai Setelah Reformasi

Pada 1996-2000, MA dipimpin Sarwata. Latar belakangnya dari TNI Angkatan Udara dengan pangkat terakhir Marsekal Madya. Meski Sarwata yang memulai program komputerisasi di MA, namun tunggakan perkara tak juga terselesaikan. Sarwata sempat menargetkan pengurangan tunggakan perkara hingga di bawah 1000 pada tahun 2000. Namun kenyataannya berbeda. Jumlah tunggakan perkara malah membludak hampir mencapai 12 ribu pada saat ia pensiun.

 

Aroma tak sedap seputar dugaan KKN juga sempat menyeruak pada kepimpinan Sarwata. Ia bahkan dilaporkan ke Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dan Komisi Ombudsman Nasional mengenai dugaan percaloan kasus nomor wahid di MA oleh Wawan, anak Sarwata.

 

Bagir Manan menjadi pengganti Sarwata. Ia menjabat selama dua periode. Periode pertama 2001 sampai 2006. Periode kedua baru saja ia habiskan Oktober 2008 lalu. Banyak hal terjadi di era kepimpinan Guru Besar Universitas Padjadjaran ini. Baik yang mengharumkan nama MA atau sebaliknya.

 

Untuk isu reformasi peradilan, MA bersama dengan sejumlah LSM dan lembaga donor membentuk tim pembaharuan peradilan yang menghasilan blueprint strategi pembaruan MA. Di bawah kepemimpinannya pula MA dikenalkan dengan sistem teknologi informasi. Salah satu produknya adalah www.putusan.net, situs yang menyediakan putusan MA.

 

Beberapa ‘kesuksesan' hasil kepemimpinan Bagir, ternyata tak mampu melupakan sejumlah ‘dosa' yang pernah dilakukannya. Sebut saja perihal penolakannya terhadap keinginan BPK mengaudit biaya perkara, penggeledahan ruang kerja Bagir oleh KPK dan perseteruannya dengan Komisi Yudisial.

 

Habis masa jabatan Bagir, terbitlah kepemimpinan Harifin A Tumpa. Sebelum benar-benar menjadi Ketua MA secara definitif, Harifin terlebih dulu menjalankan posisi sebagai pelaksana Ketua MA selama dua bulan. Apa saja yang akan terjadi pada MA di masa kepemimpinan Harifin? Waktu yang akan membuktikan.

Tags: