Ketua MA Hatta Ali: Dari Dangdut, Sop Kambing Hingga Prita
WAWANCARA KHUSUS

Ketua MA Hatta Ali: Dari Dangdut, Sop Kambing Hingga Prita

Hukumonline sempat menyodorkan 10 pertanyaan singkat soal pilihan-pilihan Hatta Ali dalam keseharian. Jawaban singkatnya menggelitik.

Tim Hukumonline| SIP
Bacaan 2 Menit
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Foto: RES
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Foto: RES
Meski bertitel sebagai orang nomor satu di mahkamah yang paling dihormati, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali juga manusia. Banyak pengalaman serta cerita yang ia ingin bagi kepada khalayak. Mulai dari kebiasaannya menyantap Sop kambing di emperan jalan hingga cerita soal masa muda yang cukup bengal.
Hatta Ali mungkin sosok yang ‘gaul’, hingga ia bercanda soal dirinya yang kini cukup terkekang dengan titel yang disandangnya. Kepada hukumonline, pekan lalu, dalam sebuah wawancara khusus, dengan kelakar ia mengatakan kalau dirinya ingin melapor ke Komnas HAM sebab titelnya sekarang membuatnya harus menjaga wibawa dan membatasi ruang geraknya.
Hukumonline sempat menyodorkan 10 pertanyaan singkat soal pilihan-pilihan Hatta Ali dalam keseharian. Jawaban singkatnya menggelitik. Meski tak menguak dalam bagaimana sosoknya, serentetan pertanyaan tim diakuinya menyenangkan dan ia jawab penuh dengan gelak tawa. 
Berikut 10 pertanyaan ringan yang hukumonline ajukan:
Dangdut atau Pop?
Semua musik suka tapi saya tak bisa bernyanyi. Salah satu kekurangan saya itu tidak bisa bernyanyi. Dangdut suka. Walau modern tapi saya tidak malu. Dangdut saya dengarkan musiknya kok enak.
Sop Kambing atau Coto Makassar?
Sop Kambing. Saya sebenarnya sering sembunyi-sembunyi makannya di emperan. Itu saya terbiasa pergaulan.
Tenis atau Golf?
Pilihan saya Golf. Mungkin karena usia saya.
Gunung atau Pantai?

Pantai.
Sinetron atau Bioskop?
Keduanya tidak begitu hobi. Kalau ada sinetron yang keliatan menarik sedikit ya saya tunggu. Tapi khusus ke bioskop tidak kecuali masa muda, itu pun terpaksa karena bawa pacar (Hatta tergelak). Kalau nonton bioskop sendiri ngapain. (Kembali tertawa)
Pidana atau Perdata?
Menangani perkara pidana lebih menarik.
Hukuman Mati atau Seumur Hidup?
Saya pernah menghukum mati Ang Kim Sui. Lantas pernah juga memutus seumur hidup. Tapi melihat kasus. Kalau saya pikir misalnya yang berantem itu biasa, karena saya pernah juga dulu. Makanya saya bilang hakim itu tidak pernah lepas dari backgroundnya, saya dulu kalau sidangkan perkara antar remaja berantam, saya tidak pernah hukum berat. Saya kasih ringan, itu biasa saja anak muda berantam. Saya pun pernah berantam dulu. 
Jubir MA atau Ketua MA?
Jelas memilih jadi Ketua MA. (Terbahak)
Pilih menangani perkara Prita Mulyasari atau Majalah Times? (Dua perkara yang pernah ditanganinya)
Saya pilih perkara Prita. Waktu itu ada salah pemberitaan, disebut saya membebaskan Prita, padahal saya menghukum dia saat itu. Majalah Times, menarik juga. 
Dua kasus itu berkesan, Pertama, kebebasan pers kami akui dalam perkara majalah Time. Kedua, RS ini jangan memberi pengobatan yang asal-asalan, maka kami dorong agar beri pelajaran RS menjaga diri.
Jadi hakim agung atau kakek?
Kalau pensiun ya kakek. Kalau kerja kami terhibur kalau ingat cucu. Kalau sampai rumah terhibur ketika ketemu cucu. Memang ada sendiri daya tariknya. Cucu itu bisa injak kepala kami, lah kalau orang lain sudah diajak berantem dulu.
Tags:

Berita Terkait