KHN: “Tangkap, Adili dan Hukum Berat” Bukan Obat Mujarab
Terbaru

KHN: “Tangkap, Adili dan Hukum Berat” Bukan Obat Mujarab

Yang dibutuhkan adalah kepastian hukum.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Foto: KHN
Foto: KHN

Sekretaris Komisi Hukum Nasional (KHN) Prof. Mardjono Reksodiputro mengatakan bahwa pola “menangkap, mengadili, dan menghukum berat” yang selama ini dilakukan oleh aparat penegak hukum Indonesia bukan obat yang mujarab dalam menyelesaikan persoalan hukum di masyarakat.

“Saya melihat penghukuman kepada pelaku kejahatan, terutama kasus narkoba dan korupsi, lebih kepada terlalu emosional. Hanya mendapatkan tepuk tangan publik, tetapi tidak mengurangi jumlah kejahatan,” ujarnya dalam diskusi di Gedung KHN, Rabu (8/10). 

Mardjono berharap agar pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ke depan bisa mengkaji timbulnya kejahatan di masyarakat terlebih dahulu, sehingga bisa mencari obat mujarab untuk mengobatinya. “Saya berharap di pemerintahan mendatang dikaji kembali bagaimana menangani hal ini. Apa benar dengan memberikan hukuman berat akan mengurangi kejahatan? Apakah kita tidak salah tembak?” ujarnya.

Apalagi, lanjut Mardjono, Lembaga Pemasyarakatan (LP) kerap menjadi sorotan. Meski sudah dihukum berat, seorang pengedar masih bisa menjalankan bisnis narkobanya dari dalam LP. “Saya ingin ada perubahan cara pandang hukum,” lanjutnya. 

Menurut Mardjono, bila kita mengharapkan jumlah kejahatan menurun dengan menghukum berat pelaku, maka itu adalah pandangan keliru. Ia mengatakan yang perlu ditegakkan untuk mengurangi kejahatan adalah kepastian hukum.  

Mardjono mencontohkan negara Singapura. Di negara tetangga ini, masalahnya bukan kepada beratnya hukuman, tetapi kepada kepastian hukum yang terjamin. “Kalau dia melanggar, dia pasti akan kena hukuman. Mungkin negara kita terlalu besar, sehingga memungkinkan adanya lubang-lubang,” ujarnya.

“Saya belajar dari orang jalanan. Ada sinisme. Mereka bilang: pak, aturan itu dibuat untuk dilanggar,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait