Kilas Balik Polemik UU Cipta Kerja Sepanjang 2020-2021
Kaleidoskop 2021

Kilas Balik Polemik UU Cipta Kerja Sepanjang 2020-2021

Polemik UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terjadi sejak proses pembentukan pada tahun 2020 hingga setelah putusan MK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 7 Menit

Sejak awal 2020, kalangan buruh menolak rencana pemerintah menerbitkan RUU Cipta Kerja melalui metode omnibus law ini. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyoroti beberapa hal dampak buruk omnibus law (RUU Cipta Kerja) bagi kaum pekerja di Indonesia. Misalnya jam kerja lembur, berkurangnya kompensasi pesangon, fleksibilitas pasar kerja, dan meluasnya praktik outsourcing untuk semua jenis pekerjaan.  Baca Juga: Kalangan Buruh Sebut Enam Dampak Buruk Omnibus Law bagi Buruh

Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan organisasinya menolak pasal-pasal ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Menurutnya RUU ini akan meningkatkan PHK massal dan makin menurunkan kesejahteraan masyarakat.

Dia melihat proses pembahasan omnibus law mengarah pada penghapusan atau penurunan besaran pesangon, pengupahan dan menyerahkan sistem ketenagakerjaan pada mekanisme bipartit yakni perundingan pengusaha dan buruh di tempat kerja. Ilhamsyah yakin perubahan yang akan dilakukan terhadap ketentuan pesangon itu bakal menciptakan banyak PHK massal.

Protes masyarakat sipil terhadap RUU Cipta Kerja tak hanya substansinya, tapi juga proses pembentukannya yang dinilai tidak partisipatif. Ketua Umum Kasbi Nining Elitos mengecam tindakan pemerintah yang mencatut nama organisasinya sebagai salah satu dari 14 serikat pekerja yang masuk dalam “Tim Koordinasi Pembahasan dan Sosialisasi Publik Substansi Ketenagakerjaan.”

Kasbi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) sejak awal menolak omnibus law yang sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja karena proses penyusunannya sudah cacat sejak awal. Tim koordinasi yang dibentuk pemerintah itu menurut Nining hanya “boneka” untuk melegitimasi proses penyusunan RUU yang selama ini sangat tertutup, tidak demokratis, dan hanya mengakomodir kepentingan pengusaha.

“Ini jelas menyalahi asas keterbukaan seperti diamanatkan konstitusi, asas partisipasi masyarakat dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tegasnya.

Koordinator Departemen Pendidikan KSN Novri Auliansyah menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan diam-diam dalam menyusun RUU Cipta Kerja dan tidak melibatkan masyarakat yang bakal terdampak seperti buruh, petani, nelayan dan masyarakat hukum adat. “RUU ini hanya akan mendatangkan investor buruk yang bakal mengeksploitasi sumber daya alam (SDA), melegalkan upah murah, sementara hukuman bagi pengusaha nakal hanya sanksi administratif,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait