Komite Nasional Keuangan Syariah Dibentuk, Ini Tugasnya
Berita

Komite Nasional Keuangan Syariah Dibentuk, Ini Tugasnya

Komite ini dipimpin langsung oleh Presiden sebagai ketuanya.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Pada awal November lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telag menandantangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Sebagaimana dilansir dari laman resmi setkab.go.id, komite ini bertujuan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional dan mendorong percepatan pengembangan sektor keuangan syariah.

Selain itu, komite ini dibentuk sebagai cara untuk memperkuat koordinasi, sinkronisasi dan sinergi antarotoritas, kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lain di sektor keuangan syariah. KNKS merupakan lembaga non struktural yang bertugas mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Fungsi KNKS sendiri antara lain memberikan rekomendasi arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah. Pengoordinasian penyusunan dan pelaksanaan rencana arah kebijakan dan program strategis di sektor keuangan syariah. Perumusan dan pemberian rekomendasi atas penyelesaian masalah di sektor keuangan syariah. Serta, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan arah kebijakan dan program strategis di sektor keuangan syariah.

“KNKS terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Dewan Pengarah dan Manajemen Eksekutif,” demikian bunyi Pasal 5 Perpres tersebut. (Baca Juga: 39 Hakim Dikirim ke Arab Saudi Belajar Ekonomi Syariah)

Menurut Perpres ini, KNKS dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia sebagai Ketua, dan dibantu oleh Wakil Presiden sebagai Wakil Ketua. Sedangkan Dewan Pengarah beranggotakan Menko Perekonomian, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri BUMN, Menkop dan UKM, Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Tugas untuk Dewan Pengarah adalah membantu Ketua dan Wakil Ketua dalam merumuskan arah kebijakan dan program strategis nasional di bidang keuangan syariah. Memberi arahan kepada Manajemen Eksekutif dan memantau dan mengevaluasi kinerja Manajemen Eksekutif.

“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dewan Pengarah bertanggung jawab kepada Ketua,” bunyi Pasal 9 Perpres tersebut.

Manajemen Eksekutif
Menurut Perpres ini, Manajemen Eksekutif terdiri atas Direktur Eksekutif, Sekretariat dan Unit Kerja. “Manajemen Eksekutif dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif yang bertanggung jawab kepada Dewan Pengarah,” demikian bunyi Pasal 10 ayat (1,2) Perpres tersebut.

Manajemen Eksekutif bertugas melaksanakan arah kebijakan dan program strategis nasional serta kegiatan bidang keuangan syariah yang dirumuskan oleh Dewan Pengarah. Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Manajemen Eksekutif menjalankan fungsi penyiapan rumusan rekomendasi arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah.

Penyiapan pengoordinasian penyusunan dan pelaksanaan rencana program strategis di sektor keuangan syariah. Pengelolaan dan pengolahan data dan informasi mengenai pengembangan di sektor keuangan syariah nasional. Pemantauan dan evaluasi atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah. Pelaksanaan fungsi kesekretariatan dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Dewan Pengarah.

“Manajemen Eksekutif diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya, diatur dengan Peraturan Presiden,” bunyi Pasal 13 ayat (1,2) Perpres ini. (Baca Juga: 4 Cara Penyelenggaraan Program Pensiun Berbasis Syariah)

Mengenai Sekretariat, menurut Perpres ini, bersifat ex-offico yang secara fungsional dilakukan oleh salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sedangkan Direktur Eksekutif diangkat oleh Ketua atas rekomendasi Dewan Pengarah untuk masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat kembali.

Perpres ini juga menegaskan, Ketua dapat memberhentikan masa jabatan Direktur Eksekutif berdasarkan pencapaian kinerja dan rekomendasi Dewan Pengarah. Sementara pemilihan Direktur Eksekutif dilakukan melalui proses seleksi terbuka, yang akan diatur dengan Peraturan KNKS.

Manajemen Eksekutif, menurut Perpres ini, diisi oleh tenaga profesional yang bekerja penuh waktu. Adapun tenaga profesional pada sekretariat dan unit kerja diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Eksekutif. Selain itu, Direktur Eksekutif dapat membentuk satuan tugas untuk membantu kelancaran tugas KNKS.

“Tenaga profesional sebagaimana dimaksud dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non Pegawai Negeri Sipil,” bunyi Pasal 19 Perpres ini.

Pasal 21 Perpres ini menegaskan, tenaga profesional yang berasal dari non PNS, apabila telah berakhir masa jabatannya tidak memperoleh uang pensiun dan/atau uang pesangon.Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas KNKS dan kesekretariatan, menurut Perpres ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk pertama kalinya pemilihan Direktur Eksekutif dan pembentukan Sekretariat Manajemen Eksekutif dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional. “Pendanaan pemilihan Direktur Eksekutif dan pembentukan Sekretariat sebagaimana dimaksud dibebankan pada Anggaran Kementerian PPN/Bappenas,” bunyi Pasal 26 ayat (2) Perpres tersebut. (Baca Juga: OJK Khawatir Cross Trading Efek Syariah Hanya Untungkan Malaysia)

Manajemen Eksekutif dibentuk paling lambat enam bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan. Sementara pelaksanaan tugas dan fungsi Manajemen Eksekutif dimulai saat Direktur Eksekutif diangkat. “Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 8 November 2016 itu.
Tags:

Berita Terkait