Komnas HAM: Keluarga Korban Mutilasi Minta Persidangan di Mimika
Terbaru

Komnas HAM: Keluarga Korban Mutilasi Minta Persidangan di Mimika

Komnas HAM menyoroti adanya dugaan kekerasan, penyiksaan, dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia sampai hilangnya hak hidup.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung Komnas HAM. Foto: Istimewa
Gedung Komnas HAM. Foto: Istimewa

Komnas HAM RI dan kantor perwakilannya di Papua telah merilis temuan awal hasil penyelidikan dan pemantauan terhadap kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap warga di Mimika, Papua. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua telah meninjau lokasi dan hadir dalam proses rekonstruksi yang dilakukan penyidik Polres Timika pada 2-4 September 2022.

Tim Pemantauan dan Penyelidikan yang dipimpin Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, melakukan pemantauan dan penyelidikan pada 12-16 September 2022. Misalnya, melakukan pendalaman keterangan dari para pihak, menerima sejumlah dokumen, pemantauan lapangan guna menemukan fakta-fakta pelanggaran hukum dan HAM, serta menyusun rekomendasi kepada para pihak yang terkait.

Untuk proses pemantauan dan penyelidikan, Beka menyebut Tim Komnas HAM itu meninjau lokasi antara lain lokasi pembunuhan, mutilasi, penghilangan jenazah, dan mengikuti proses rekonstruksi. “Di lokasi masih menemukan sisa potongan karung untuk memasukkan bagian tubuh jenazah korban,” kata Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Tim Komnas HAM juga meminta keterangan dan informasi dari berbagai pihak terkait. Sedikitnya ada 19 orang saksi yang terdiri dari penyidik Polres Mimika, Satgas Polda Papua, Penyidik Puspomad, penyidik Pomad XVII/Cenderawasih, penyidik Subdenpom Mimika, penyidik Satgasus Polda Papua, penyidik Polres Mimika, keluarga korban, 6 orang pelaku dari anggota TNI dan 3 orang pelaku sipil.

Keterangan yang diperoleh dari pihak kepolisian, antara lain soal kronologi peristiwa dan detail TKP; kondisi luka pada jenazah korban pencarian dan identifikasi korban serta dugaan penyiksaan; kekerasan; dan perlakuan merendahkan martabat manusia sampai hilangnya nyawa. “Salah satu yang paling kami soroti soal dugaan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan lain yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Intinya sebagaimana dalam konvensi anti penyiksaan,” ujarnya.

Keterangan dari pihak TNI menguraikan informasi pelaku anggota TNI memiliki catatan pelanggaran disiplin. Pelaku juga memiliki senjata rakitan dan ada informasi terkait praktik penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3 tahun 2019 yang diklaim sudah dilakukan proses hukum. Selain itu, informasi mengenai proses penegakan hukum yang saat ini berjalan.

Dari informasi yang diberikan pihak keluarga korban Beka menyebut pada intinya menjelaskan ada komunikasi terakhir dari keempat korban dengan keluarga. Keluarga menolak pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB. “Ada tuntutan pihak keluarga tentang proses hukum yang sedang dijalankan dan pihak keluarga menuntut hukuman mati dan proses peradilannya dilakukan di Mimika,” urainya.

Tags:

Berita Terkait