Komnas HAM: Keppres 17 Tahun 2022 Tidak Menghilangkan Penegakan Pidana Pelanggaran HAM Berat
Terbaru

Komnas HAM: Keppres 17 Tahun 2022 Tidak Menghilangkan Penegakan Pidana Pelanggaran HAM Berat

Keputusan Presiden No.17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu dinilai sebagai langkah ekstra untuk pemulihan korban pelanggaran HAM berat.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komnas HAM, Amirrudin Al Rahab. Foto: Humas Komnas HAM
Wakil Ketua Komnas HAM, Amirrudin Al Rahab. Foto: Humas Komnas HAM

Sejumlah kalangan khawatir terbitnya Keppres No.17 Tahun 2022 bakal mengurangi atau bahkan menghilangkan proses penegakan hukum kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Wakil Ketua Komnas HAM, Amirrudin Al Rahab, menyebut secara umum Keppres ini adalah langkah ekstra yang dilakukan pemerintah untuk pemulihan korban pelanggaran HAM berat.

“Kewenangan Komnas HAM dan Jaksa Agung dalam penegakan pidana terhadap pelanggaran HAM berat tidak berkurang atau hilang karena Keppres ini,” kata Amiruddin dalam diskusi bertema “Keppres sebagai Upaya Percepatan Pemenuhan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu”, Kamis (20/10/2022).

Amiruddin menekankan proses penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran HAM berat akan terus berjalan karena landasan hukumnya yakni UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM masih berlaku. Proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan kasus pelanggaran HAM berat terkait juga dengan komisioner Komnas HAM.

Baca Juga:

Upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang periode 2006-2022 itu seolah mandek karena tidak ada kemajuan signifikan. Baru di tahun 2022 ada kasus pelanggaran HAM berat yang bisa berlanjut prosesnya sampai pengadilan yakni kasus Paniai 2004.

Amiruddin mengatakan jika UU No.27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak dibatalkan MK, maka ada 2 mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yakni melalui pengadilan dan non pengadilan atau KKR. Setelah UU KKR dibatalkan MK, sejak itu mekanisme yang tersedia untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat hanya melalui pengadilan saja.

Alhasil mulai tahun 2007, Komnas HAM mulai melakukan penyelidikan terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Upaya lain yang dilakukan Komnas HAM untuk pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat yakni menerbitkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPHAM) yang bisa digunakan korban untuk mendapat pelayanan di LPSK seperti medis dan psikososial.

Periode 2012-2022 Komnas HAM telah menerbitkan 6.189 SKKPHAM. Menurut Amir, data SKKPHAM menjadi modal awal Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu dalam upaya pemenuhan hak-hak korban. "Data Komnas HAM ini bisa menjadi langkah awal. Selanjutnya, korban bisa langsung datang ke tim untuk menyampaikan permohonan, sehingga jumlahnya memiliki daya ungkit untuk keadilan. Ini menunjukkan negara memberikan perhatian kepada korban," ucapnya.

Sampai saat ini, lanjut Amir, Komnas HAM RI telah menyelesaikan penyelidikan belasan peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Tiga kasus diantaranya yaitu Timor-Timur, Tanjung Priok, dan Abepura telah memiliki putusan pengadilan ad hoc, namun tidak ada penetapan pelaku pelanggaran HAM berat atas peristiwa tersebut. Terbaru, Kasus Paniai 2014 sedang dalam proses persidangan. Sisanya, belum membuahkan hasil

Tags:

Berita Terkait