Komnas HAM Beberkan Sebab Sebagian Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tolak Otopsi
Terbaru

Komnas HAM Beberkan Sebab Sebagian Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tolak Otopsi

Beberapa alasan yang membuat keluarga korban batal untuk mengajukan otopsi karena merasa tidak nyaman dan aman. Beberapa kali keluarga korban disambangi aparat kepolisian, tapi pendampingnya tidak bisa hadir ketika dibutuhkan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Anggota Komnas HAM M. Choirul Anam. Foto: RES
Anggota Komnas HAM M. Choirul Anam. Foto: RES

Komnas HAM masih mendalami proses penyelidikan dan pemantauan terhadap tragedi stadion Kanjuruhan. Komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam mengatakan pihaknya telah menemui orang tua dari 2 orang korban tewas tragedi Kanjuruhan yang bernama Devi Atok. Dalam pertemuan yang berlangsung Kamis (20/10/2022) itu Atok menjelaskan keinginannya untuk melakukan otopsi kepada kedua jenazah putrinya tersebut.

Menurut Anam, Atok ingin mengetahui sebab putrinya meninggal karena di bagian wajah dan dada korban menghitam. Keinginan untuk melakukan otopsi itu ditulis tangan oleh Atok dalam secarik kertas pada 10 Oktober 2022. Kemudian difoto oleh kuasa hukum atau pendamping Atok. Pernyataan tertulis itu masih rancangan atau draft karena dia ingin menemui kepala desa (kades) agar mengetahui pernyataan itu dan menandatanganinya.

Atok kaget pada 11 Oktober 2022 ada 4 orang polisi dari Polres Malang bertandang ke rumahnya untuk menanyakan perihal otopsi. Anam mengatakan ketika itu Atok merasa pernyataannya secara tertulis itu masih berupa draft, tapi kenapa sudah ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian. Atok berupaya menghubungi pendamping hukumnya, tapi dengan berbagai alasan tidak dapat hadir. Kondisi itu membuat Atok tidak nyaman dan khawatir.

Aparat kepolisian kembali lagi ke rumah Atok pada 12 Oktober 2022 dengan membawa surat persetujuan otopsi. Lagi-lagi Atok berupaya menghubungi pendampingnya untuk hadir, tapi itu tidak terwujud. Anam menyebut Atok menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan otopsi 20 Oktober 2022. “Kita tanya apakah ada paksaan (untuk menandatangani surat persetujuan otopsi, red) dia jawab tidak ada,” kata Anam sebagaimana diunggah dalam kanal video Humas Komnas HAM, Jum’at (21/10/2022).

Menurut Anam, Atok semakin khawatir, tidak nyaman, dan merasa tidak aman setelah beberapa kali aparat kepolisian menyambangi rumahnya. Apalagi pendamping yang dibutuhkan tidak bisa hadir untuk memberikan pendampingan. Aparat kepolisian kembali lagi ke rumah Atok pada 17 Oktober 2022, kali ini bersama kades dan camat serta perangkat desa lainnya. Total aparat kepolisian yang hadir ketika itu 7 orang. Pendamping Atok juga tidak bisa hadir pada saat itu. Singkatnya, Atok membatalkan persetujuan otopsi.

Keputusan pembatalan otopsi itu menurut Anam dilakukan setelah Atok berdiskusi dengan keluarganya. Kemudian pada 17 Oktober 2022 itu Atok menulis surat pernyataan yang intinya tidak melakukan otopsi. Tapi yang jelas tidak ada intimidasi dalam proses tersebut. “Atok tidak merasa diintimidasi,” ujarnya.

Anam menyebut hal yang paling ditekankan Atok adalah tidak ada pendampingan ketika dibutuhkan. Hal itu yang membuat Atok merasa tidak nyaman dan aman serta khawatir. Oleh karena itu, Anam menekankan kepada semua pihak terkait dalam proses penanganan tragedi stadion Kanjuruhan untuk menjalin komunikasi yang baik sehingga memberi rasa nyaman dan aman kepada korban dan keluarganya.

Pada prinsipnya Atok menginginkan otopsi jika prosesnya mampu memberikan kenyamanan dan keamanan. Begitu pula dengan proses otopsinya harus transparan dan akuntabel. Menurut Anam, Atok mencari keadilan dan dia ingin mencari tahu sebab anaknya menjadi korban tewas. “Ini refleksi bagi kita semua, buatlah nyaman dan aman para korban di tengah proses trauma ini. Korban yang berkomitmen atas pencarian keadilan agar merasa nyaman,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait